Perasaan “sisa-sisa” cinta dan hutang jasa pada perhatian Doni selama ia mengalami kebanjiran, membuat Shanty tak kuasa menolak. Mereka jatuh dalam hubungan yang Shanty tadinya sangat hindari. Ironisnya, Doni tidak puas hanya sekali.
Shanty merasa sungguh bersalah, membuka pintu hatinya pada Doni. Karena perasaan bersalah itu menghantuinya, Shanty memutuskan konseling dengan kami. Ia konsultasi empat kali. Akhirnya, dengan tekad baru demi keharmonisan rumah tangga dan kebaikan ketiga anak anaknya yang sudah remaja, dia akhirnya memberanikan diri menolak bertemu Doni. Meski terlambat, Shanty selamat.
Kasus 2: CLBK yang ditolak
Seorang sahabat saya mendadak mendapat SMS bertubi-tubi dari mantan pacarnya. Kekasihnya 10 tahun lalu. Mereka sempat menjalin hubungan. Hanya saja sahabat saya, sebut saja namanya petra, sudah beristri dan punya anak tiga.
Mantan pacarnya juga sudah bersuami. Dalam sms-nya mengajak Petra ngopi bareng. Sahabat saya ini lalu SMS : ”Bang Jul, mantan pacar saya ngajak ketemuan. Terus terang dia sangat suka kepada saya. Tapi saya yang mutusin karena saya merasa lebih cocok dengan istri saya sekarang. Apa pendapat Bang Jul?”
Saya justru mengembalikan pertanyaan itu pada sahabat saya: ” Lha, menurut Anda sendiri bagaimana? Perasaan Anda ?”
Petra lalu menjawab: ” waduh, saya ini pria normal. Saya juga pernah mencintai dia. Kalau dia nanti macam macam, khawaatirnya aku bisa-bisa jatuh…”
Karena sobat saya sendiri ragu, saya membalas smsnya begini:
” Kawan, kalau tidak ada yang urgen, lebih baik TIDAK!”
Petra akhirnya memenuhi saran saya, dia menolak keinginan mantan pacarnya untuk bertemu meski sekedar ngopi. Dia berani berkata tidak. Selamat deh.