Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemacetan Tetap Jadi Momok

Kompas.com - 24/04/2012, 05:43 WIB

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono, dan Sekretaris Perusahaan PT KAI Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran. Sebagai moderator adalah pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi.

Menurut Ellen, satu persoalan yang mudah terlihat di lapangan adalah minimnya integrasi antarmoda angkutan umum. Antara halte dan stasiun, misalnya, sering berjarak jauh. Hal ini turut membuat orang enggan menggunakan angkutan umum.

Pemerintah tidak menyediakan tempat yang cukup bagi pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas. Padahal, keberpihakan bagi pejalan kaki merupakan langkah awal untuk membuat orang meninggalkan kendaraan pribadi.

Koordinasi dan integrasi antara Pemerintah Provinsi Jakarta dan pemerintah daerah wilayah sekitarnya belum berjalan mulus. ”Perlu determinasi politik yang kuat, tegas, dan sepenuh hati menyelesaikan kemacetan. Integrasi dibutuhkan, baik horizontal maupun vertikal,” kata Ellen.

Ellen berpendapat, ada sejumlah langkah solusi jangka sangat pendek yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi kemacetan.

Langkah itu adalah menyediakan fasilitas trotoar untuk pejalan kaki dan pesepeda, penegakan hukum yang memberikan efek jera, pembangunan simpang tidak sebidang dengan jalur kereta api komuter, pelarangan parkir pinggir jalan, restrukturisasi trayek, dan manajemen angkutan umum. ”Mengurai kemacetan membutuhkan biaya besar,” ucapnya.

Keterpurukan lain yang mendera angkutan umum adalah persoalan tarif. Saat dihubungi, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, Iskandar Abubakar, menilai, seharusnya keputusan penetapan tarif angkutan umum berhenti sampai gubernur, tak perlu sampai DPRD. Kalau sampai DPRD, keputusannya bisa jadi politis.

Tarif angkutan umum yang berlaku saat ini masih di bawah harga pokok yang dihitung pengusaha. Selain itu, tidak ada subsidi yang diberikan untuk angkutan umum. Hal ini menyebabkan bisnis angkutan umum sulit berkembang dan pelayanan dikorbankan.

DKI sudah berbenah

Pemprov DKI Jakarta berpandangan, upaya memperbaiki angkutan umum sudah dilakukan. Udar Pristono menyatakan, ada penambahan tiga koridor transjakarta selama 1,5 tahun terakhir. Pada 2012, sebanyak 178 bus gandeng akan datang memperkuat transjakarta.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta membuat proyek angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) di rute Bekasi-Pulogadung. Bus ini sedianya menjadi pengumpan bagi penumpang dari Bekasi ke Jakarta dan sebaliknya. Namun, dua hari setelah diresmikan, APTB menuai protes keras dari pengusaha mikrobus yang biasa melayani trayek itu.

Polisi juga tidak bisa berbuat banyak. Djoko Susilo, Gubernur Akademi Kepolisian yang juga pengamat transportasi, mengatakan, polisi hanya bisa bergerak di hilir persoalan. Langkah yang bisa diambil antara lain memetakan titik rawan kemacetan dan melakukan rekayasa lalu lintas di daerah macet.

Djoko mengakui, pelanggaran lalu lintas di Jakarta amat banyak. Namun, di tengah kemacetan, polisi tidak bisa menindak pelanggar karena justru akan menimbulkan kemacetan akibat ditonton pengendara lain.

Menurut Makmur Syaheran, pihak kereta api juga berbenah. Sejumlah langkah telah dilakukan untuk mengoptimalkan pengangkutan penumpang. Penerapan sistem operasi tunggal, jalur lingkar, dan penambahan kereta merupakan beberapa langkah yang ditempuh selama tiga tahun terakhir agar penggunaan rel yang tersedia menjadi optimal. Patut dicatat, rel yang dipakai di Jabodetabek saat ini merupakan peninggalan Belanda.

Pelbagai kendala masih dihadapi kereta api, antara lain keterbatasan gardu listrik dan masih adanya dua kelas pelayanan KRL. Selain itu, pelintasan sebidang yang masih banyak juga belum bisa teratasi secara cepat. Padahal, jumlah perjalanan kereta kian bertambah dan angka kecelakaan di pelintasan kereta juga tinggi. (RTS/GAL/ART/FRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com