Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanaman "Nuklir" untuk Melawan Sel Kanker

Kompas.com - 07/05/2012, 12:15 WIB

KOMPAS.com - Terapi-terapi kanker yang secara selektif mematikan sel-sel kanker terus dikembangkan. Peluang sembuh total atau kelangsungan hidup yang lebih lama pun secara pasti meningkat. Salah satu terapi kanker yang dianggap cukup efektif adalah terapi radiopartikel yang ditanam di sekitar lokasi kanker.

Terapi radiopartikel adalah tindakan penanaman biji partikel yang mengandung elemen partikel radioaktif seperti yodium. Terapi menggunakan elemen nuklir ini adalah salah satu terobosan terbaru dalam pengobatan kanker modern. Menggunakan jarum sebagai alat bantu, dokter akan menanam biji partikel radioaktif berukuran kecil, yakni sepertiga ukuran biji beras.  Di sekitar lokasi tumor, partikel tersebut akan memancarkan sinar gamma secara terus menerus untuk membunuh sel tumor dan terjadilah "penghancuran sel tumor secara tepat dan terarah".

Menurut ketua tim onkologi RS.Modern Guangzhou, China, dr.Peng Xiao Chi di dalam tubuh radiopartikel ini akan terus mengeluarkan sinar sampai dengan 6 bulan. "Penyinaran yang paling kuat biasanya pada dua bulan pertama, lama kelamaan sinarnya akan melemah," katanya.

Peng menjelaskan, penanaman radiopartikel sangat tepat diberikan untuk jenis kanker tertentu seperti nasofaring, lidah, tiroid, kanker paru, liver, pankreas, serta kanker ovarium. "Pengobatan akan lebih tuntas jika terapi ini dikombinasikan dengan terapi lainnya," ujarnya.

Penggunaan radiopartikel yang memancarkan radiasi ini, menurut Peng, aman karena radius radiasinya sangat kecil, yakni 1,78 cm. "Radiasinya hanya akan mengenai sel kanker dan tidak berpengaruh pada organ tubuh lainnya," katanya.

Harga per paket untuk terapi radiopartikel di RS.Modern Guangzhou, menurut Peng, sekitar 15-20 ribu yuan atau sekitar Rp 30 juta. Biaya akan bertambah jika pasien memerlukan terapi tambahan lain, misalnya penyinaran atau kemoterapi lokal.

Meskipun terapi radiopartikel sudah mulai diberikan kepada pasien di China dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, tetapi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih terus menyelidiki peranan terapi ini dalam pengobatan kanker.

Kendati begitu, tak sedikit pasien yang memilih metode radiopartikel ini karena minimnya efek samping. Salah satunya adalah Hani Setiawan (65) yang menderita kanker paru dan mengalami penyebaran ke bagian tiroid dan otak. Warga Duren Sawit, Jakarta Timur ini memilih berobat ke Guangzhou, setelah mencoba berbagai terapi di Jakarta.

"Pada awal datang sekitar tiga minggu lalu, saya tidak bisa berjalan karena kaki terasa lemas," kata Hani saat ditemui Kompas.com di kamar perawatannya.

Wanita yang semula aktif di berbagai kegiatan sosial ini merasa tak berdaya dengan kondisinya. Ditemani oleh suami dan anak perempuannya, ia pun berangkat ke Guangzhou setelah mendapatkan informasi dari internet.

"Dokter di sini mendiagnosis penyebaran kanker di otak telah membuat saraf-saraf otaknya tertekan. Oleh dokter dilakukan penanaman 60 partikel dan pembekuan. Kemajuannya cukup pesat, istri saya bisa berjalan sendiri," kata Gede Sugarta (65), yang sudah menemani selama 3 minggu perawatan.

Sementara itu Yati (71), pasien kanker payudara dari Jakarta, memilih pengobatan implan partikel karena takut dengan kemoterapi konvensional. "Saya sudah mencari informasi di Jakarta dan Singapura, ternyata masih memakai kemoterapi konvensional, terus terang saya tidak berani dengan efek sampingnya," kata wanita yang sebelumnya menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia ini.

Yati menilai, penanaman partikel dan juga imunoterapi merupakan terapi yang sifatnya lebih "gentle" sehingga fisiknya lebih mampu menerima. Selama sebulan melakukan pengobatan di Guangzhou, ia mengaku cukup banyak kemajuan yang dialaminya.

"Sebenarnya dokter di Singapura memastikan telah terjadi penyebaran kanker, tetapi dengan targeted therapy yang saya lakukan ini, sekarang benjolan di payudara mengecil dan saya juga tidak mengalami efek samping yang berat," kata wanita yang juga menderita diabetes melitus ini.

Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, para dokter di Guangzhou juga memakai obat-obatan herbal Cina. Menurut dr.Peng, hal itu dilakukan untuk mengurangi efek samping serta meningkatkan kekebalan tubuh pasien sehingga mampu melawan sel kanker.

Kendati cukup aman, namun pengobatan kanker umumnya memakan waktu tidak sebentar. Beberapa pasien yang ditemui Kompas.com di Guangzhou sedikitnya telah berada di sana selama sebulan. Beruntung karena pihak rumah sakit cukup memfasilitasi kebosanan pasien dan juga keluarga yang menunggu dengan mengadakan kegiatan piknik bersama pada waktu-waktu tertentu.

Dr. Peng juga menyebutkan bahwa pengobatan kanker pada dasarnya akan memberikan kesembuhan jika kanker ditemukan pada stadium awal. Karena itu, secanggih apa pun metode pengobatan yang sudah dikembangkan para ilmuwan, yang paling penting bagi pasien adalah melakukan skrining sehingga kanker bisa dideteksi dini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com