Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabut Hitam Selimuti Keluarga Kader Posyandu

Kompas.com - 12/11/2012, 01:54 WIB

Oleh KORNELIS KEWA AMA

Kader pos pelayanan terpadu yang biasa memberikan penyuluhan kepada warga untuk mengurus anak agar sehat dan cukup gizi serta menyiapkan kehamilan dan persalinan ibu agar aman ternyata tak aman dari kematian akibat melahirkan. Kisah pilu dituturkan keluarga kader Rosalina Katnesi (28).

”Saya ini Kepala Dusun IV. Istri saya kader posyandu (pos pelayanan terpadu). Setiap hari Kamis pekan pertama dan ketiga, istri saya memberikan penyuluhan kepada kaum ibu di Posyandu Flamboyan, bagaimana merawat bayi dalam kandungan, menimbang berat badan ibu hamil dan balita, serta persiapan persalinan ibu melahirkan. Semua pihak harus siaga. Tetapi nasib malang justru menimpa kami,” kata Melkianus Katnesi (41), di rumahnya di Dusun IV, Desa Oelpuah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (8/11).

Katnesi adalah suami Rosalina, kader posyandu Dusun IV, yang meninggal pada 2 November, 7,5 jam setelah melahirkan bayi laki-laki.

Katnesi mengaku tidak ada persiapan khusus terkait persalinan Rosalina. Anak pertama ataupun kedua lahir di rumah dengan selamat, dibantu dukun bersalin. Kebanyakan ibu memilih melahirkan di rumah karena infrastruktur jalan menuju fasilitas kesehatan buruk, dan kesulitan keuangan.

Dusun IV terdiri atas 87 keluarga. Letak rumah yang satu dengan lain 100-500 meter. Demikian pula Dusun I, II, dan III. Luas Desa Oelpuah 2.358 hektar, terluas di Kecamatan Kupang Tengah.

Jarak dari Desa Oelpuah ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) 15 kilometer, tetapi seluruh aspal jalan sudah terkelupas dan terdapat lubang di sepanjang ruas jalan. Tidak ada angkutan pedesaan menuju Oelpuah kecuali ojek dengan tarif Rp 40.000 pergi-pulang, sedangkan tarif ojek antardusun Rp 20.000 pergi-pulang.

Pekan lalu, si bayi, Roland Sila Katnesi, dijaga bibinya, Ny Martina Katnesi. Kakak Roland, Hefer Katnesi (12) dan Darmin Katnesi (6), pergi ke sekolah dasar yang berjarak 2 kilometer dari rumah mereka.

Katnesi sedang merebus pisang menggunakan kayu bakar. Pisang itu merupakan pemberian tetangga untuk dua anaknya. Keluarga itu kehabisan beras setelah jatah beras untuk rakyat miskin (raskin) dihentikan pemerintah daerah per Juni 2012. Alasannya, Katnesi dan 12 kepala keluarga di dusun itu dianggap sudah naik status menjadi keluarga sejahtera.

Pakaian anak-anak yang kumal karena jarang tersentuh air berserakan di ruang tamu. Rumah berdinding bebak (batang gewang, sejenis palem) baru disemen akhir 2011 dan beratap daun lontar. Di depan ada dua anjing yang sangat kurus.

Kuburan Rosalina berada persis di samping rumah. Kuburan itu dikeramik dengan bantuan warga Dusun IV.

Mimpi buruk

Katnesi mengisahkan, peristiwa yang menimpa istrinya itu mirip mimpi. Jumat, 2 November, pukul 05.30 Wita, ia bersama Rosalina mencari dukun kampung untuk mengobati ayah Rosalina, Moses Mbait (59), yang sakit setelah jatuh dari pohon.

”Orang itu mengobati bapak mertua hanya sekejap langsung sembuh. Kemudian, saya bersama istri ke rumah dukun mengucapkan terima kasih. Pulang dari dukun, perut istri saya terasa mulas,” kata Katnesi.

Menurut perhitungan, Rosalina belum melahirkan hari itu. Menurut dokter, baru pekan depan ia melahirkan. Ternyata rasa mulas makin menjadi.

Dukun bersalin, Ny Antonia Nitbani (54), pun didatangkan. Ia, dibantu tiga ibu, mempercepat proses kelahiran Rosalina.

”Tidak lama kemudian, saya dengar suara di dalam kamar itu, kuat, tahan napas, lagi… lagi…. Kemudian terdengar tangisan bayi pukul 07.00. Saya merasa lega. Tapi ternyata ari-ari bayi belum keluar dari rahim,” Katnesi bertutur sambil meneteskan air mata.

Sulit transportasi

Karena ari-ari tak kunjung keluar dan kondisi Rosalina makin payah, Katnesi berusaha menelepon sejumlah sopir yang ia kenal. Namun, telepon seluler milik Katnesi sulit beroperasi normal karena baterai melemah. Sehari sebelumnya sampai pagi listrik di dusun itu padam.

Tepat pukul 08.15, mobil puskesmas keliling (pusling) melintas di depan rumah. Katnesi bersama beberapa pria menghentikan mobil itu dan meminta untuk mengantar Rosalina ke Puskesmas Tarus, sekitar 15 kilometer dari Dusun IV.

Namun, sopir pusling menolak karena harus menjemput petugas kesehatan dari Puskesmas Tarus di Desa Bokong, 2 kilometer dari Dusun IV. Sekitar pukul 11.30, melintas sebuah pikap. Sopir mobil itu bersedia mengantar Rosalina ke puskesmas.

Pukul 12.00, Rosalina tiba di puskesmas. Petugas berhasil mengeluarkan ari-ari. Namun, kondisinya sudah sangat lemah karena kehilangan banyak darah dan sulit bernapas sehingga dibantu dengan alat pernapasan.

Pihak puskesmas kemudian merujuk Rosalina ke RSUD Yohannes, Kupang, pukul 12.30. Namun, sebelum tiba di rumah sakit, Rosalina mengembuskan napas terakhir.

Catatan Desa Oelpuah, jumlah ibu melahirkan yang meninggal di desa itu 12-16 orang per tahun. Kematian anak balita 24-36 anak per tahun.

Rosalina adalah salah satu dari ratusan, bahkan ribuan, ibu hamil di Nusa Tenggara Timur yang meninggal saat melahirkan. Masalah utama adalah saat proses kelahiran, ditolong dukun bersalin. Jika ada hambatan persalinan, dukun umumnya tak mampu mengatasi. Selain itu, juga infrastruktur transportasi buruk dan persiapan yang minim menghadapi persalinan.

Di Rumah Sakit Umum Timor Tengah Utara, misalnya, pada Januari-Oktober 2012 tercatat 12 kasus kematian ibu melahirkan, dengan kasus seperti Rosalina, kehilangan nyawa karena terlambat dirujuk. Jumlah ini meningkat dibanding periode yang sama tahun 2011, yakni 10 kasus. Bayi lahir dan meninggal pada Januari-September ada 67 kasus. Pada periode yang sama tahun 2011 ada 58 kasus.

Kondisi serupa terjadi di pulau-pulau terpencil. Karena tak ada rumah sakit dan puskesmas, ibu yang persalinannya bermasalah meninggal. Di Pulau Adonara, Flores Timur, Maria Lipah (23) meninggal dalam perjalanan dengan kapal motor menuju RSUD Larantuka karena bayinya lahir sungsang. Di Pulau Baranusa, Alor, 21 ibu melahirkan meninggal karena terlambat sampai di fasilitas kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com