JAKARTA, KOMPAS
Hal itu dikemukakan Risma Kerina Kaban dari Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam Seminar Media yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Kamis (21/2), di Jakarta.
Risma mengatakan, kehamilan pada remaja berusia di bawah 19 tahun dapat mengakibatkan kelahiran bayi prematur. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
”Remaja secara fisik dan mental belum siap untuk hamil,” kata Risma. Remaja rentan mengalami stres saat hamil. Stres yang berlebihan dapat memicu kelahiran bayi sebelum waktunya. Apalagi organ reproduksinya belum kuat untuk mempertahankan bayi yang dikandung.
Menurut Risma, perempuan berusia di bawah 19 tahun sebaiknya tidak menikah dulu.
Indonesia di urutan ke-9 sebagai negara dengan persentase kelahiran bayi prematur di atas 15 persen dari seluruh jumlah kelahiran. Untuk skala dunia, setiap tahun lahir sekitar 15 juta bayi prematur. Sebanyak 1,1 juta di antaranya meninggal karena penyakit komplikasi.
Bayi prematur, menurut Risma, mudah terkena infeksi karena belum memiliki antibodi.
Ketua Satuan Tugas HIV IDAI Nia Kurniati mengatakan, banyak bayi lahir prematur akibat terkena infeksi HIV. Namun, banyak ibu tidak tahu bahwa dirinya HIV positif.
Temuan kasus anak yang terinfeksi HIV masih banyak, yakni 10-100 kasus per provinsi per tahun. Lebih dari 90 persen penularan HIV pada anak terjadi dari ibu ke bayi yang dikandung. ”Transmisi HIV dari ibu ke anak terjadi pada tahap kehamilan, proses persalinan normal, dan sesudah kelahiran melalui air susu ibu,” kata Nia.
Untuk mencegah transmisi HIV, diagnosis dini sebelum kehamilan perlu dilakukan. Jika terinfeksi HIV, ibu hamil wajib minum obat antiretroviral (ARV) dan bersalin dengan operasi caesar. Setelah lahir, bayi perlu diberi ARV.