”Banyak yang perhatian kepada saya dan adik-adik. Terima kasih atas bantuan yang tulus dari berbagai pihak,” ucapnya dengan nada polos dan lugu.
Saat ini, di benak Tasripin cuma satu, ingin bapaknya segera pulang. ”Saya mau sekolah kalau Bapak sudah pulang. Supaya adik-adik enggak bingung,” ujarnya.
Nasihati (43), bibi Tasripin yang tinggal berdekatan, mengatakan, Kuswito (42), ayah Tasripin, sedang dalam perjalanan pulang dari Kalimantan. Kuswito pulang setelah beberapa kali ditelepon Nasihati dan beberapa orang di dusunnya tentang kondisi Tasripin.
Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman, Sulyana Dadan, mengatakan, fenomena Tasripin di wilayah pedesaan terjadi karena kemiskinan struktural. Dia juga melihat pergeseran solidaritas di pedesaan yang selama ini lebih bertumpu pada solidaritas mekanik.
”Warga desa sebenarnya punya kesadaran tinggi terhadap sesama. Kesadaran kolektif merasa menjadi bagian satu dengan lainnya. Mungkin ini mulai tergerus menjadi solidaritas organik yang bergerak hanya karena kebutuhan dan kepentingan,” ucapnya.
Meski begitu, Dadan berharap, kepedulian tinggi para dermawan kepada Tasripin tidak hanya terjadi ketika kasus seperti ini muncul ke permukaan. Solidaritas sosial mestinya tak berhenti pada kasus Tasripin.
Layaknya fenomena puncak gunung es, banyak Tasripin lain di wilayah Tanah Air yang belum (dan tidak) terberitakan, apalagi tersentuh.