Jakarta, Kompas
Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf, di acara peluncuran mobil pelayanan kesehatan jiwa (
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, angka gangguan jiwa berat di Indonesia 0,46 persen (1 juta penduduk). Di Jakarta, angkanya mencapai 2,03 persen.
Faktor psikososial yang makin kompleks, menurut Nova, menjadi pemicu tawuran pelajar, mutilasi, dan bunuh diri.
”MMHS merupakan langkah preventif untuk menekan angka kejadian gangguan jiwa. Kita tak lagi menunggu orang dengan gangguan jiwa pergi ke dokter, tetapi melayani orang-orang yang enggan ke dokter karena malu atau alasan lain,” katanya.
Di MMHS, masyarakat bisa mendapatkan layanan konseling bagi gangguan yang mereka rasakan. Masyarakat juga bisa mendapatkan informasi terkait berbagai gangguan jiwa dari brosur yang disediakan. Tim konseling terdiri dari perawat, dokter, psikolog, dan psikiater.
MMHS direncanakan akan beroperasi di berbagai lokasi keramaian, fasilitas pendidikan, dan tempat lain yang dibutuhkan masyarakat.
Kasubdit Kelompok Berisiko Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Edduwar Idul Riyadi mengatakan, masyarakat yang mengalami gangguan jiwa sulit dijangkau. Stigma yang dilekatkan pada penderita membuat mereka malu dan tidak nyaman untuk mengakses layanan kesehatan jiwa.
”Hanya 10 persen penderita gangguan jiwa yang mau berobat. Sisanya memilih untuk tidak mengakses layanan kesehatan jiwa. Melalui MMHS, masyarakat bisa lebih memahami kesehatan jiwa sehingga stigma bisa dikurangi,” kata Edduwar.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dien Emmawati mengatakan, keberadaan MMHS merupakan terobosan penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa, terutama dari sisi promotif dan preventif.