Selain di beberapa kota di Sumatera dan Batam, warga Singapura dan Malaysia juga tampak mengenakan masker saat bepergian ke luar rumah.
Menurut dr.Agus Dwisusanto, spesialis paru, pemakaian masker memang bisa menghambat masuknya asap dan partikel-partikel kecil yang terbawa asap masuk ke saluran napas.
Namun, efektif tidaknya masker tergantung pada jenis masker yang digunakan. "Masker biasa hanya menghambat masuknya partikel, sedangkan gas hasil pembakaran tidak bisa dihambat," katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/6/13).
Untuk mencegah dampak buruk polutan dari kabut asap, Agus menyarankan penggunaan masker khusus yang punya kemampuan menyaring polutan sampai lebih dari 90 persen.
"Bisa dipakai masker yang punya kategori N. Angka di belakang kode N menandakan kemampuan masker dalam memfiltrasi, misalnya N 95 artinya bisa menyaring sampai 95 persen," papar dokter konsultan penyakit paru kerja dan lingkungan dari Departemen Pulmonologi FKUI/RS Persahabatan Jakarta ini.
Komponen dalam asap yang bisa terhirup sampai saluran napas bawah (tenggorokan sampai paru), adalah yang berukuran di bawah 10 mikron.
"Kalau masker biasa hanya bisa menyaring partikel besar saja, yang kecil akan terhirup apalagi gas," katanya.
Senada dengan dr.Agus, menurut dr.Nastiti Kaswandani, dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI, masker bisa membantu mengurangi efek buruk polutan, terutama jika dipakai terus menerus.
"Namun harus dipahami bahwa partikel berukuran halus pasti akan tetap terhirup," katanya.
Warga yang tinggal di daerah kabut asap juga disarankan untuk menutup jendela dan mengurangi waktu bepergian ke luar rumah.
Oleh karena itu untuk memastikan kesehatan masyarakat, tentu yang paling baik adalah memadamkan sumber apinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.