Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/07/2013, 14:08 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com - Diabetes tipe 2 pada anak dan remaja gemuk semakin menjadi ancaman di Indonesia. Setidaknya hal itu tampak dari suatu riset kecil dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM).  Data terakhir pada tahun 2012 menyebutkan, sebanyak 8,6 persen anak dan remaja gemuk telah berada pada kondisi pradiabates.

Pradiabetes merupakan ambang batas seseorang mengalami diabetes. Pradiabetes ditandai dengan penurunan sensitivitas insulin. Apabila sensitivitas tersebut telah hilang, maka seseorang tersebut akan memasuki stase diabetes.

Riset tersebut melibatkan 92 anak usia 12 hingga 15 tahun yang mengalami kegemukan, sebanyak 54,3 persen di antaranya perempuan. Riset juga menyebutkan, para anak dan remaja tersebut 71,7 persen-nya mengalami tanda-tanda acanthosis nigricans yaitu kulit yang menebal dan menghitam di tengkuk, ketiak, dan jari-jari.
 
Aman B. Pulungan, dokter anak FKUI/RSCM yang melakukan riset tersebut mengatakan, risiko diabetes sangat tinggi di anak dan remaja gemuk. Sebanyak 38 persen anak dan remaja gemuk sudah mengalami resistensi insulin.

Baca juga: Terungkap Identitas Penumpang Alphard Putih Saat Insiden Patwal Tendang Pemotor di Puncak

"Orangtua harus menyadari dampak obesitas pada anak," tegas Ketua II PP Ikatan Dokter Anak Indonesia ini dalam diskusi bertajuk "Cegah Obesitas pada Anak dan Remaja, Mulai Konsumsi Buah dan Sayur Teratur Sejak Dini" di Jakarta, Kamis (18/7/2013).

Pakar gizi klinik Fiastuti Witjaksono menyatakan, obesitas pada anak dan remaja terjadi akibat fenomena obesogenic. Mereka mudah mendapatkan kalori dari makanan, namun sulit untuk mengeluarkannya.

"Padahal agar terbebas dari kegemukan, jumlah kalori yang masuk harus sama dengan jumlah yang keluar," ujarnya.

Baca juga: Sandi Butar Butar Kembali Jadi Damkar Depok atas Perintah Dedi Mulyadi dan Supian Suri

Untuk mengurangi kegemukan pada anak dan remaja, imbuh Fiastuti, memang tidak semudah mengurangi kegemukan pada orang dewasa. Pasalnya, anak dan remaja masih dalam masa pertumbuhan. Pengurangan asupan gizi akan berakibat pertumbuhan yang tidak optimal.

Maka menurutnya, penting untuk melakukan perencanaan makan untuk tumbuh kembang optimal tanpa harus menjadi gemuk. Perencanaan tersebut terdiri dari penentuan jumlah, jenis, dan jadwal makan yang sesuai.

Jumlah kalori harus sesuai dengan kebutuhan yang dipengaruhi jenis kelamin, aktivitas, usia, dan lain-lain. Jenis makanan yang memiliki komposisi seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Dan jadwal makan yang tepat yaitu tiga makanan utama dan dua sampai tiga kali makanan camilan.

"Meski anak sudah mengalami kegemukan, jadwal makan tetap harus teratur. Melewatkan waktu makannya justru akan memicunya untuk makan lebih banyak dan menjadi lebih gemuk," tutur staf pengajar di departemen gizi klinik di FKUI ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau