JAKARTA, KOMPAS.com – Bertepatan dengan Hari Lupus Sedunia pada 10 Mei mendatang, Yayasan Lupus Indonesia (YLI) menulis “Surat Cinta” untuk Presiden RI Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi. Surat yang ditulis tangan tersebut berisi curahan hati para Odapus atau orang yang hidup dengan lupus.
Para Odapus menceritakan apa itu penyakit lupus dan bagaimana diskriminasi yang mereka rasakan dari lingkungan sekitar.
"Jangan pernah menganak-tirikan Odapus. Kami manusia, ingin hidup normal," kata Ketua YLI Tiara Savitri dalam jumpa pers di Kedutaan Besar Rusia, Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Mereka pun mengritik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung biaya pengobatan lupus yang cukup tinggi. Berikut isi surat untuk Jokowi.
"Surat Cinta untuk Bapak Jokowi"
Di depan televisi, kami memandang Bapak dengan rasa kagum. Kami berharap dapat menatap Bapak lebih dekat untuk mengungkapkan rasa bangga dan dukungan kami pada Bapak. Namun, kami tidak tahu, bagaimana Bapak melihat kami, karena kami adalah orang-orang yang hidup dengan Lupus - yang sering dipanggil "para Odapus", orang yang hidup dengan Lupus.
Saat takdir mengetuk pintu kehidupan, kami harus menerima kenyataan bahwa kelainan autoimun yang mematikan, yang "suka menyamar" menjadi bermacam-macam penyakit, telah menjadi kawan sehidup semati kami. Kami berusaha memandang angka kematian kami yang besar, persentase kehidupan kami yang kecil, sebagai pengingat bahwa hidup dan penderitaan manusia di dunia hanya sementara.
Bapak Jokowi yang kami cintai, ijinkan kami mencurahkan sedikit beban di hati. Lupus, Pak, adalah penyakit autoimun kronis, di mana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya menjaga tubuh dari serangan penyakit, justru menyerang berbagai sistem atau organ dalam tubuhnya sendiri, dan dapat mengancam jiwa.
Walaupun belum ada data yang akurat, saat ini diperkirakan ada sekitar 1.500.000 penyandang lupus di Indonesia. Kebanyakan adalah wanita aktif usia produktif. Kami, Pak, seringkali tak hanya menyuliskan kondisi ekonomi kami, dengan biaya berobat yang sangat tinggi, namun juga menyusahkan orang-orang yang dekat dengan kami. Yang tidak mengerti akan mencibir dan mencap kami terkena kutukan, dengan kulit yang terkelupas atau rupa yang berubah akibat lupus.
Hal ini membuat kami sedih, apalagi saat kami terpaksa meminta tolong anggota keluarga kami membayarkan biaya pengobatan rutin yang sangat berat, karena kami tidak dapat bekerja seperti sebelumnya. Biaya pengobatan kami sangat tinggi.
Sekalipun Bapak memberikan harapan kami pada Kartu Indonesia Sehat, pada BPJS, pada kenyataannya pengoatan lupus belum masuk penjaminan. Hal ini, kata para dokter yang merawat kami, dikarenakan obat-obata lupus yang masih dikategorikan "off-label".
Lalu, kami melirik, membandingkan, sahabat-sahabat penderita kanker, AIDS, dan membatin: "Kurang parahkah keadaan kami?" Apakah beda nilai sebuah nyawa karena penyebabnya berbeda? Kami, Pak Jokowi, berobat untuk bertahan hidup, bukan untuk menunggu mati.
Penyembuh, saat organ tubuh kami dihancurkan perlahan-lahan oleh sistem kekebalannya sendiri, saat ginjal yang tadinya sehat menjadi bocor dan bobot kami bertambah 3 kali lipat, saat seluruh kulit kami terbakar dari dalam karena pengrusakan sistem pengikat, saat jantung kami melemah, saat rasa sakit melebihi kata-kata....
Bapak Jokowi yang kami sayangi dan hormati, hanya keadilan yang kami pintakan, yang Bapak dapat berikan melalui kebijakan dan realisasi BPJS Kesehatan. 1.500.000 jumlah kami mungkin tidak signifikan bagi persentase pemilihan umum, namun tiap satunya adalah nyawa, Pak. Nyawa manusia Indonesia yang bukan ingin mengemis, namun ingin mendapat bantuan agar kami dapat terus berkarya, dapat terus bekerja bersama Bapak mengisi kemerdekaan Indonesia.
Wassalam,
Odapus Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.