Kebiasaan membasuh vagina dengan pembersih itu tidak disarankan oleh Departemen Kesehatan AS. Para ahli kesehatan mengatakan, pembasuhan itu malah menimbulkan beragam masalah, mulai dari infeksi sampai di kemudian hari sulit hamil. Namun hingga kini diperkirakan satu di antara empat wanita usia 15 sampai 44 masih melakukannya.
Membasuh vagina dengan air saat mandi tidaklah sama dengan douching. Kerapkali wanita menggunakan produk yang dijual di toko berisi air dan campuran bahan seperti cuka, baking soda atau iodium. Wanita mengeluarkan cairan produk itu dari tube langsung ke vagina.
Kebiasaan ini, menurut para ahli justru mengganggu bakteri sehat yang sudah ada serta keasaman alami vagina. Ketika wanita sudah mengalami infeksi atau penyakit menular seksual, pembasuhan itu justru mendorong bakteri berbahaya ke uterus, ovarium dan tube fallopia yang justru bakal menimbulkan masalah serius.
Sebuah studi yang baru dipublikasikan di jurnal Environmental Health menambah satu lagi bukti pembasuhan vagina justru membuat perempuan terpapar risiko besar zat kimia berbahaya bernama phthalates yang dikatakan bakal mengganggu hormon.
Phthalates ditemukan dalam beragam produk perawatan tubuh, namun jenis tertentu bernama diethyl phthalates (DEP) ditemukan dalam produk pembasuh vagina atau tampon. Dengan mengukur penggunakan produk itu dan sampel urine, peneliti menemukan dibandingkan dengan wanita bukan pengguna produk pembasuh vagina, wanita pemakai produk sampai bulan sebelumnya memiliki konsentrasi metabolit DEP dalam urin lebih tinggi 52 persen.
Wanita yang menggunakan produk douche dua kali lebih banyak dalam sebulan memiliki kadar metabolit DEP 152 persen lebih tinggi dalam urine mereka.
Penelitian ini dilakukan dari pengukuran data 739 wanita usia 20-29 yang ambil bagian dalam National Health and Nutrition Examination Survey pada 2001-2004. Para wanita itu dilaporkan menggunakan produk seperti tampon, pembalut, pembersih vagina, penyemprot vagina, tisu pembersih vagina dan terbukti memiliki metabolit phthalates. Douche adalah produk satu-satunya yang dilihat peneliti menyebabkan tingginya kadar phthalates dalam urin.
Ami Zota, peneliti sekaligus asisten profesor kesehatan lingkungan dan kerja di Milken Institute School of Public Health mengatakan karena pembersih vagina digunakan di dalam, ada kemungkinan penyerapan oleh tubuh. "Kita sekarang dapat berkata ada alasan untuk diperhatikan karena bahan kimia berbahaya ini memasuki tubuh wanita," katanya.
Zota mengatakan data sudah berhasil membuktikan bahan kimia phthalate menyebabkan banyak bahaya untuk kesehatan. "Seperti masalah kesuburan pria dan wanita, masalah perilaku dan perkembangan bayi karena terpapar saat dalam kandungan," ujarnya.
National Institute of Health mengatakan dampak kesehatan terhadap manusia gara-gara zat bernama phthalate ini belum sepenuhnya diketahui. Saat ini beberapa kelompok badan pemerintah sedang mempelajarinya.
Kendati sudah sering diberitakan bahayanya, masih banyak wanita yang melakukan pembasuhan vagina dengan cairan pembersih. "Literatur mengatakan pembasuhan itu dilakukan karena wanita ingin merasa bersih dan segar. Juga untuk menghilangkan bau dan darah menstruasi," kata Zota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.