Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/11/2015, 14:04 WIB
Merkuri ada di kerak Bumi yang dilepaskan ke permukaan lewat letusan gunung api. Selain itu, merkuri dipakai pada bahan tambalan gigi (amalgam), baterai, lampu neon, termometer, dan kosmetik pemutih kulit.

Konsultan Gastroenterologi- Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta Ari Fahrial Syam mengatakan, merkuri yang masuk lewat makanan atau minuman mengenai saluran cerna. Lalu, merkuri ke lever atau hati menuju jantung dan di pompa hingga beredar ke seluruh tubuh.

Hal itu membuat merkuri tertimbun di banyak organ tubuh, mulai dari kulit, rambut, otak, hingga ke janin lewat plasenta.

Paparan merkuri di janin, khususnya di trimester pertama, mengganggu pembentukan janin, memicu kebutaan dan organ tubuh tak lengkap.

Penyebaran merkuri ke seluruh tubuh membuat deteksi merkuri di tubuh mudah dilakukan dengan memeriksa darah dan rambut. Itu bisa dilakukan di laboratorium tertentu.

Kasus terbesar akibat penggunaan merkuri terjadi di Minamata, Jepang, pada 1950-an. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, lebih dari 50.000 orang terpapar merkuri hingga kadar tertentu, lebih dari 2.000 orang terjangkit penyakit Minamata yang menimbulkan kerusakan otak, kelumpuhan, bicara tak jelas, dan linglung.

Ari menambahkan, tahap akhir pengolahan merkuri pada tubuh ada di ginjal. Masalahnya, kemampuan ginjal mengeluarkan merkuri terbatas. "Akibatnya, merkuri menumpuk di ginjal, daya tahan tubuh turun, memicu gagal ginjal, dan memicu kematian," ujarnya.

Sementara merkuri yang masuk lewat pernapasan merusak paru-paru. Itu biasa dialami pekerja industri yang memakai pembakaran batubara atau merkuri pada proses industri.

Keterbatasan tubuh mengeluarkan logam berat itu lewat urine dan keringat tampak dari kecilnya ambang batas paparan merkuri di tubuh.

Panel Ilmiah untuk Kontaminasi pada Rantai Makanan (Panel CONTAM) Badan Keamanan Pangan Eropa (EFSA) dan Komite Ahli Bahan Aditif Makanan (JECFA) yang dibentuk Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan WHO menyebut, batas maksimum paparan merkuri anorganik per minggu (TWI) 4 mikrogram per kilogram berat badan per minggu.

Untuk paparan metil merkuri, terutama pada ikan laut, Panel CONTAM menetapkan 1,3 mikrogram per kg berat badan per minggu boleh masuk tubuh. Adapun JECFA menetapkan ambang metil merkuri 1,6 mikrogram per kg per minggu.

Pencegahan

Karena merkuri nyaris tak bisa diuraikan tubuh, menurut WHO, satu-satunya cara menghindari paparan merkuri adalah menghentikan penggunaan merkuri di penambangan emas, mengurangi penggunaan produk mengandung merkuri. Cara lain adalah memakai energi ramah lingkungan bagi pembangkit.

Selain itu, hindari daerah terpapar merkuri dan batasi konsumsi ikan terpapar merkuri. Pemasakan ikan tak menghilangkan merkuri karena titik didih merkuri 356,7 derajat celsius, tak ada makanan diproses hingga suhu setinggi itu.

Sejumlah negara mendorong pembatasan konsumsi ikan menurut ukuran karena ikan besar bisa mengandung merkuri tinggi. Udang kecil, salmon, dan tiram bisa dikonsumsi tanpa batasan dan ikan besar berusia panjang, seperti hiu dan tuna Albacore, bisa dikonsumsi terbatas.

Menurut Nuri, masyarakat tak perlu takut mengonsumsi ikan dari perairan Indonesia. Karena laut Indonesia amat luas, kadar merkuri dari daerah tercemar turun signifikan. Namun, kewaspadaan konsumsi bahan pangan dari cemaran merkuri harus dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com