JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap orang rasanya pernah mengalami kesemutan. Namun, tak semua kesemutan merupakan suatu hal yang normal. Kesemutan bisa jadi tanda awal penyakit dan kerusakan saraf tepi neuropati. Bagaimana membedakannya?
Konsultan Neurologis Prof. Dr. dr. Moh Hasan Machfoed, SpS (K) mengungkapkan, kesemutan yang normal umumnya terjadi ketika kita dengan sengaja menutup aliran darah, misalnya terlalu lama duduk menyilangkan kaki.
"Duduk bersila, lalu kesemutan, tapi setelah kaki diluruskan kesemutannya hilang. Itu wajar," kata Hasan dalam acara kampanye Lawan Neuropati di Jakarta, Rabu (27/4/2016).
Sementara itu, kesemutan akibat penyakit neuropati, gejalanya muncul dengan sendirinya. Misalnya, kesemutan tiba-tiba terjadi saat duduk di kursi.
Ketua Umum PP Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) itu mengatakan, frekuensi kesemutan berbeda-beda setiap orang. Ada yang setiap hari bisa mengalami kesemutan.
Dr. Manufaluthy Hakim, SpS (K) menambahkan, kesemutan pada penyakit neuropati terjadi secara berulang, serta hilang dan timbul. Jika dibiarkan, bisa menyebabkan mati rasa.
"Pada tahap lanjut, neuropati bisa menyebabkan gangguan penurunan motorik, sensasi rasa, hingga depresi," kata Luthy.
Selain kesemutan, sering kram, dan kebas juga bisa menjadi tanda neuropati. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena penuaan, diabetes, dan defisiensi vitamin B. Penyebab lainnya, akibat infeksi penyakit, trauma, dan penjepitan saraf.
Gaya hidup seperti sering mengetik gadget, mengendarai motor, mobil, duduk lama di posisi yang sama, hingga sering memakai sepatu hak tinggi merupakan risiko neuropati. Neuropati dapat dicegah dengan cukup istirahat, olahraga secara teratur, gizi seimbang dan konsumsi vitamin seperti B1, B2, dan B12.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.