JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut menelusuri keberadaan vaksin palsu. Penelusuran dilakukan di sarana produksi, distribusi, dan fasilitas pelayanan kesehatan.
"Kita sudah kirim edaran di 31 balai POM di seluruh indonesia untuk menelusuri di seluruh pelayanan kesehatan," ujar Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik BPOM Togi Junice Hutadjulu dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (24/6/2016).
Togi mengatakan, selama ini sistem pengawasan obat, termasuk vaksin memang sudah dilakukan sebelum beredar untuk digunakan masyarakat. BPOM melakukan evaluasi khasiat dan mutu obat-obatan.
Bahkan, untuk vaksin mendapat perlakuan khusus, yaitu dengan melakukan pengujian tiap batch, kemudian pengujian post market.
"Kalau ditemukan kecurigaan kami minta untuk diamankan dan dilakukan pengujian," kata Togi.
Jika ada vaksin palsu, tentu tidak mendapat izin edar dari BPOM. Namun, seperti halnya pelabelan obat palsu, izin edar pun bisa dipalsukan. Untuk itu, perlu ditelusuri lebih lanjut bagaimana vaksin palsu bisa sampai ke pelayanan kesehatan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, mayoritas vaksin dari pemerintah dibeli di produsen resmi dan distributor resmi dengan pengawasan ketat.
Untuk klinik dan rumah sakit swasta, Linda meminta agar pengadaan vaksin juga dari produsen dan distributor resmi. Jika ternyata pengadaan vaksin palsu bekerja sama dengan fasilitas kesehatan, tentu ada sanksi tegas yang harus diberikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.