Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prof Sri Rezeki: Peserta Penelitian Bukan Kelinci Percobaan

Kompas.com - 26/10/2016, 06:50 WIB

"Setiap ada yang sakit harus dilaporkan, dicatat, terutama kalau demam tinggi harus cepat-cepat dibawa ke puskesmas. Bahkan, ada juga anak yang kecelakaan atau disunat, ya kami biayai juga perawatannya," ucapnya.

Semua upaya tersebut dimaksudkan agar peserta penelitian tidak drop out sebelum penelitian selesai. "Membina anak sebanyak itu selama hampir 6 tahun tidak gampang. Terkadang kami ajak jalan-jalan ke TMII atau Ancol supaya senang," katanya.

Sri mengatakan, sukarelawan penelitian bukanlah kelinci percobaan. Dengan komunikasi yang baik, orangtua dan pihak sekolah akhirnya bisa memahami maksud dan tujuan penelitian ini, dan terus mengikuti tahapan penelitian.

"Kami jelaskan bahwa keikutsertaan dalam penelitian ini berarti ikut mmeberi sumbangan dalam ilmu pengetahuan," kata wanita kelahiran Solo, 14 Mei 1946 ini.

Selain Indonesia, penelitian vaksin dengue fase 3 yang dimulai sejak Juni 2011 ini juga dilakukan di Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina, dengan total relawan 10.000 anak usia 2-14 tahun.

Sementara itu di Amerika Latin, hampir 20.000 anak usia 9-16 tahun di Colombia, Meksiko dan Brazil, juga mengikuti penelitian yang sama.

Untuk menguji efikasi vaksin ini, para relawan disuntik vaksin dengue 3 kali dengan interval 6 bulan sekali. Dalam dua tahun penelitian, ternyata sudah didapatkan hasil yang konsisten pada kelompok umur 9-16 tahun.

Vaksin dengue tersebut mampu menurunkan angka infeksi sampai 65 persen, angka perawatan di rumah sakit turun sampai 80 persen, dan kasus dengue berat turun sampai 92 persen. Vaksin juga efektif melawan empat serotipe virus dengue.

Dengan diedarkannya vaksin dengue ini, dunia kini memiliki senjata baru dalam memerangi penyakit dengue. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah merekomendasikan penggunaan vaksin dengue di negara-negara dengan beban dengue tinggi, seperti Asia Tenggara dan Amerika latin.

Vaksin dengue pertama di dunia ini saat ini telah mengantongi izin dari Badan POM RI. Vaksin tersebut juga telah mendapat persetujuan pemasaran di 12 negara, yaitu Meksiko, Filipina, Brazil, El Salvador, Kosta Rika, Praguay, Guatemala, Peru, Thailand, Singapura, dan Bolivia.

Di Indonesia, vaksin tersebut harus dibeli secara mandiri oleh orang yang ingin divaksin. Pemerintah tampaknya belum berencana membiayai vaksinasinya karena harganya masih mahal dan belum bisa dibuat di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com