Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Normal atau Kelainan, Rasa Canggung yang Kerap Dialami Remaja?

Kompas.com - 16/01/2020, 21:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber

KOMPAS.com - Banyak remaja sekolah belum bisa mencapai keterampilan motorik yang seharusnya sudah dimiliki oleh anak seusia mereka.

Remaja ini kemudian digambarkan sebagai anak “lamban” karena mempunyai kesulitan dengan tulisan tangan ataupun dengan kemandirian.

Dokter Spesialis Anak anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Jenni K. Daliana, Sp.A (K), memandang keadaan tersebut sering luput dari pengamatan orangtua.

Para orangtua tidak mengenal kondisi itu sebagai masalah medis dan hanya menganggapnya sebagai “anak yang malas atau ceroboh”.

Termasuk normal

Menurut Jenni, gejala lamban atau canggung pada remaja merupakan kondisi normal.

Baca juga: Pahami 3 Penyebab Anak Susah Makan dan Cara Mengatasinya

Gejala itu merupakan lanjutan dari gangguan keterampilan motorik atau alat gerak yang sudah dialami anak sejak duduk di sekolah dasar.

Dia menerangkan gejala canggung dikenal dengan sebutan gangguan perkembangan koordinasi (GPK) atau developmental coordination disorder (DCD).

Jenni berpendapat gejala lamban karena GPK perlu mendapat perhatian khusus, mengingat masa remaja adalah masa transisi atau masa sulit yang harus dialami tiap anak.

Kesulitan remaja ini akan bertambah banyak apabila sudah mempunyai gangguan tertentu sejak usia sekolah dasar.

Menurut Jenni dalam artikelnya yang terbit di laman resmi IDAI (12/1/2018), bukan hanya orangtua, para dokter juga kurang memahami kondisi GPK.

Para orangtua maupun para dokter lebih familiar dengan attention deficit hyperavtive disorder (ADHD) atau kesulitan belajar ketika membahas soal gangguan perkembangan anak.

Jenni membeberkan hasil sebuah survei yang dilakukan terhadap 255 dokter anak, 501 orangtua dan 202 guru di luar negeri.

Baca juga: Hati-hati Orangtua, Marah pada Anak Sebabkan 11 Dampak Fatal

Hasilnya adalah, hanya 41 persen dokter anak yang mengenal GPK, sementara 99 persen dokter anak mengenal ADHD dan 93 persen mengenal kesulitan belajar.

Sedangkan diketahui hanya 6 persen guru sekolah atau orangtua yang mengenal GPK, sementara 74 persen telah mengetahui soal ADHD.

Meski belum ada survei seperti itu, dia yakin di Indonesia kondisinya tidak berbeda.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau