KOMPAS.com - Kasus bullying atau perundungan belakangan jamak menjadi sorotan dan pembicaraan.
Beberapa kasus perundungan yang mencuat belakangan jamak melibatkan anak-anak sekolah.
Namun, sebenarnya perundungan tidak pandang bulu. Pasalnya, tindakan ini bisa menimpa siapa saja dan dapat terjadi sewaktu-waktu.
Baik itu di sekolah, di jalan, lingkar keluarga, pertemanan, sampai di tempat kerja.
Baca juga: Benarkah Pola Asuh Tentukan Kepribadian Anak Sulung, Tengah, dan Bungsu bak Film NKCTHI?
Melansir laman resmi Bullying.co.uk, bullying adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental.
Sedangkan laman resmi Stopbullying.gov menyebut, perundungan umumnya melibatkan perilaku agresif.
Selain itu, bullying juga ditandai ketidakseimbangan kekuatan (bisa fisik, akses informasi, sampai popularitas) untuk menunjukkan kekuasaan pelaku atas korban.
Tindakah bullying umumnya tidak terjadi hanya satu kali. Melainkan, berpotensi berulang atau lebih dari satu kali.
Baca juga: Bagaimana Cara Tepat Membincangkan Vape dengan Anak?
Perundungan bentuknya bisa bermacam-macam. Termasuk menyerang fisik dan mental, menyebarkan gosip, atau mengacuhkan orang lain dengan sengaja.
Ada tiga jenis utama perundungan. Antara lain:
Baca juga: Speech Delay Pada Anak: Definisi, Gejala, dan Cara Penanganannya
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, perundungan dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.
Melansir BBC, pelaku perundungan biasanya memiliki masalah keluarga, stres, atau trauma.
Sebuah riset pada 2016 lalu menyebut, lebih dari sepertiga pelaku bullying tidak banyak berinteraksi dengan orangtua atau wali mereka.
Sejumlah responden pelaku bullying juga menyebut, mereka melihat pertengkaran di rumah setiap hari.
Selain itu, riset yang diselenggarakan Ditch the Label pada 8.850 responden berusia 12 hingga 20 tahun mengungkapkan, sebanyak 14 persen pelaku bullying sudah pernah menjadi korban.