KOMPAS.com - Opini yang terbentuk selama ini di masyarakat, mati mendadak identik dengan penyakit jantung koroner (PJK).
Anggapan tersebut bisa jadi benar. Namun, keliru jika orang menilai mati mendadak disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Pandangan yang lebih tepat yakni kebanyakan orang yang mati mendadak adalah penderita penyakit jantung koroner.
Baca juga: Bagaimana Serangan Jantung yang Bisa Sebabkan Kematian?
Oleh sebab itu, mati mendadak perlu mendapat penjelaskan yang tepat.
Melansir Buku Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner; Kesaksian Serang Ahli Jantung dan Ahli Obat (2008) karya Prof. Dr. Peter Kabo, mati mendadak dapat didefinisikan sebagai kematian yang terjadi tiba-tiba, yaitu dalam satu jam, bisa terjadi dengan gejala atau tanpa gejala.
Mati mendadak dapat disebabkan karena penyakit jantung atau bukan karena penyakit jantung.
Berikut ini beberapa penyakit yang dapat menyebabkan mati mendadak yang tidak ada kaitannya degan jantung:
Sedangkan mati mendadak yang disebabkan penyakit jantung selain penyakit jantung koroner, yakni:
Kematian seperti itu juga sudah dikenal di berbagai negara lain, misalnya saja di Jepang dikenal dngan istilah Pakkuri, di Filipina dikenal sebagai Bagungut, sedangkan di Thailand dikenal sebagai Laytai.
Semenara di Jawa mungkin lebih dikenal dengan sebutan angin duduk.
Dengan demikian, Prof. Dr. Peter Kabo, menyampaikan sudah jelas bahwa penyebab mati mendadak bukan merupakan monopoli penyakit jantung koroner.
Mati mendadak juga bisa dialami oleh siapa saja atau olahragawan yang sedang melakukan latian berat.
Baca juga: 7 Penyakit Ini Bisa Sebabkan Anak Muda Mati Mendadak
Hal itu kemungkinan terjadi karena mereka memiliki arteri koroner yang abnormal. Kondisi ini perlu diwaspadai terutama pada:
Bahkan, menurut Prof. Dr. Peter Kabo, ada laporan yang menunjukkan 50 persen pasien gagal jantung dapat mengalami kematian mendadak.
Konsumsi banyak obat diketahui juga dapat menimbulkan gangguan irama jantung dan yang berat dapat berakhir dengan mati mendadak.
Berdasarkan laporan oleh Escobedo dan Zack di majalan Circulation pada tahun 1996, dijelaskan bahwa kematian penderita penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi tidak secara mendadak dan jarang terjadi di rumah.
PJK yang mati mendadak biasanya ada predisposisi genetik atau ketegangan genetik.
Jadi, persepsi masyarakat terhadap mati mendadak, terutama pada anak muda, semuanya disebabkan oleh penyakit jantung koner tidaklah tepat.
Apabila hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan mendatangkan konsekuensi yang kurang baik dalam pemahaman masyarakat terhadap kesehatan secara umum.
Di mana, ketakutan yang berlebihan terhadap PJK dapat mengakibatkan reaksi yang tidak proporsional. Pada saatnya, perasaan itu bisa memicu tindan preventif yang berlebihan dan irasional.
Melansir Buku Cintailah Jantung Kita: Mencegah Serangan Jantung (2016) karya I Wayan Wita, pemeriksaan paling sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter untuk mendeteksi penyakit jantung, yakni dengan pemeriksaan fisik.
Baca juga: 5 Jenis Makanan Pencegah Kanker hingga Sakit Jantung
Di mana, dokter akan mulai melihat (inspeksi), menyentuh (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengrkan suara jantung (auskultasi). Alat bantu utamanya, yakni stetoskop.
Dari pemeriksaan terebut, dokter kemungkinan dapat menentukan apakah jantung pasien mengalami pembengkakan atau terjadi gangguan pada katup jantung.
Di samping pemeriksaan fisik, dokter biasanya juga membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksan tersebut antara lain dapat berupa:
Pemeriksaan tersebut bakal dilakukan apabila terdapat indikasi yang dapat diketahui dari keluhan gejala yang mungkin pasien rasakan, seperti: