Dengan demikian, mau tidak mau minyak goreng ikut terkonsumsi dan masuk ke dalam tubuh.
Hal ini tidak menjadi masalah selama minyak yang digunakan untuk menggoreng tidak rusak.
Akan tetapi, masyarakat kebanyakan tidak mengetahui hal tersebut dan terus menggunakan minyak jelantah berkali-kali hingga menjadi rusak.
Baca juga: Waspadai, 4 Dampak Buruk Kecemasan Berlebih Pada Fisik
Dengan begitu, minyak goreng yang digunakan dan dikonsumsi pun sudah tidak sehat lagi.
Penyebab hal ini sangat beragam, mulai dari faktor ekomomi, termasuk rasa sayang dan tak mau rugi jika minyak goreng harus dibuang dan diganti dengan yang baru.
Padahal minyak jelantah sudah rusak dan tidak layak dikonsumsi dari segi kesehatan.
Menurut penelitian, Kenneth C. Hayes dkk., kerusakan minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan. Hal ini pun mengakibatkan penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng.
Minyak goreng yang rusak dapat dikenali karena dapat menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada makanan.
Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk akolein, di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat beberapa masalah, seperti:
Walaupun hilang penampilan warna gelapnya, tapi proses penyaringan minyak jelantah tidak dapat menghilangkan kemungkinan timbulnya zat asam lemak trans yang terjadi setelah minyak goreng dipanaskan dengan suhu tinggi berulang kali.
Zat ini akan memengaruhi metabolisme profil lipid darah, yakni HDL kolesterol, LDL kolesterol dan total kolesterol.
Memang, dampaknya tidak langsung terjadi begitu saja. Tap, biasanya dari proses penumpukan atau akumulasi karena penggunaan yang terus-menerus, lalu terjadi efek berupa penyumbatan pembuluh darah yang kemudian disebut sebagai penyakit jantung koroner.
Dengan risiko bahaya tersebut, maka penggunaan minyak jelantah yang berulang kali perlu dihindari. Hal ini tidak lain sangat penting untuk mencegah efek negatif yang dapat muncul dari penggunaan minyak jelantah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.