KOMPAS.com – Dalam kasus diabetes mellitus (DM), kata gula darah dan insulin kerap kali dikaitkan.
Biasanya yang disampaikan dokter adalah adanya kadar gula darah tinggi dan “masalah” insulin.
Bagaimana sebenarnya hubungan antara faktor-faktor tersebut pada diabetes?
Baca juga: 9 Gejala Diabetes yang Sering Tak Disadari
Prof. Dr. dr. Sri Hartini KS Kariadi, Sp.PD-KEMD., dalam bukunya Diabetes? Siapa Takut (2009), menerangkan makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah.
Pada proses makan, makanan yang dimakan akan dicerna di dalam saluran cerna (usus) dan kemudian bakal diubah menjadi suatu bentuk gula yang disebut glukosa.
Selanjutnya, gula ini diserap oleh dinding usus dan kemudian beredar di dalam aliran darah.
Inilah sebabnya, sesudah makan akan terdapat kenaikan kadar gula di dalam darah.
Gula-gula tersebut akan didistribusikan ke sel-sel tubuh.
Sel-sel tubuh yang jumlahnya bermiliar-miliar bisa diibaratkan sebagai suatu ruangan tempat pengolahan gula yang memiliki pintu.
Untuk membuka pintu ini, dibutuhkan kunci khusus.
Nah, insulin diibaratkan sebagai kunci yang diperlukan untuk memasukkan gula ke dalam sel, sedangkan lubang kuncinya disebut reseptor insulin.
Insulin adalah suatu hormon yang dapat diproduksi secara alami oleh sel beta (sel-β) di pankreas.
Baca juga: Bukan Hanya Diabetes, Gula Juga Bisa Sebabkan Darah Tinggi
Pankreas adalah organ kecil yang terletak di sebelah belakang lambung.
Produksi insulin di pankreas tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar gula darah.
Semakin tinggi gula di dalam darah, maka kian tinggi pula insulin yang akan diproduksi.
Selanjutnya, insulin akan ikut aliran darah menuju sel-sel.
Di sana, insulin akan mulai membuka pintu sel satu per satu.
Gula dan zat makanan lain pun akhirnya bisa masuk ke dalam sel.
Selama insulin cukup jumlahnya dan normal kerjanya, maka sesudah makan, gula di dalam darah akan lancar masuk ke sel-sel hingga kadar gula turun kembali ke batas kadar sebelum makan.
Mekanisme itu menjaga gula darah tidak naik terus sesudah makan dan tidak melebihi nilai aman.
Di dalam darah, kadar gula selalu fluktuatif bergantung pada asupan makanan.
Baca juga: 18 Makanan Penurun Gula Darah untuk Mengatasi Diabetes
Kadar gula darah paling tinggi tercapai pada 1 jam setelah makan, yakni normalnya tidak akan melebihi 180 mg/dl atau 100 mg per 100 cc darah.
Kadar 180 mg/dl disebut nilai ambang ginjal.
Pasalnya, ginjal, tempat membuat urine, hanya bisa menahan gula jika kadarnya hanya sampai angka tersebut.
Lebih tinggi dari itu, ginjal tidak sanggup menahan gula dan kelebihan gula akan keluar bersama urine. Jadilah, kencing yang manis.
Perlu dipahami, gula adalah bahan bakar utama untuk pembentukan energi di dalam tubuh.
Di dalam sel, gula akan diolah menjadi energi atau tenaga untuk kebutuhan mendadak, sementara sebagian akan disimpan agar dapat dipakai nanti.
Jadi, tubuh bergantung pada makanan untuk memenuhi kebutuhan energi, yakni untuk segala aktivitas mulai dari memompa darah ke seluruh tubuh, berbicara, hingga berpikir.
Nah, pada penderita diabetes, terdapat masalah dengan insulin, mungkin karena jumlah insulin yang kurang, efek kerja insulin dalam hal memasukkan gula ke dalam sel tidak sempurna, atau bisa juga dua-duanya, sehingga gula darah akan tetap tinggi.
Baca juga: Berapa Kadar Gula Darah Normal dalam Tubuh?
Gula darah yang tinggi merupakan ciri khas diabetes.
Kadar gula yang tinggi dapat “meracuni” dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat, serta menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme yang lain.
Apabila tidak bisa mendapatkan energi yang cukup dari gula, tubuh secara otomatis akan mengolah zat-zat lain di dalam tubuh untuk diubah menjadi energi.
Zat-zat tersebut tidak lain adalah lemak dan protein.
Penggunaan atau penghancuran lemak dan protein ini dapat menyebabkan berat badan turun.
Itu mengapa, berat badan turun menjadi salah satu dari gejala diabetes yang perlu diwaspadai.
Selain itu, gangguan pada lemak (lipid) dapat memberikan gambaran trigliserida tinggi, kolesterol jahat (LDL) tinggi, dan kolesterol baik (HDL) rendah.
Kondisi ini dapat disebut sebagai dislipidemia. Sementara dislipidemia berisiko menyebabkan penyakit jantung dan stroke.
Baca juga: 10 Penyebab Penyakit Jantung yang Harus Diwaspadai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.