KOMPAS.com - Obesitas adalah suatu kondisi yang terjadi ketika seseorang memiliki kelebihan berat badan atau lemak tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatannya.
Melansir dari Medical News Today, seorang dokter biasanya akan mengatakan bahwa seseorang mengalami obesitas jika memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi.
BMI adalah alat yang digunakan dokter untuk menilai apakah seseorang memiliki berat badan yang sesuai untuk usia, jenis kelamin, dan tinggi badannya.
BMI menggabungkan berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan mereka dalam meter.
Baca juga: Hubungan Penyakit Jantung, Obesitas, dan Penurunan Berat Badan
Memiliki BMI antara 25 dan 29,9 menunjukkan bahwa seseorang memiliki kelebihan berat badan.
Seseorang mengalami obesitas jika BMI mereka menunjukkan angka 30 atau lebih.
Faktor-faktor tertentu lainnya – seperti rasio pinggang-pinggul seseorang, rasio pinggang-tinggi, dan jumlah dan distribusi lemak – juga berperan dalam menentukan seberapa sehat berat badan mereka.
Jika seseorang memang memiliki obesitas, kondisi ini dapat meningkatkan risiko sejumlah kondisi kesehatan lainnya, termasuk sindrom metabolik, radang sendi, dan beberapa jenis kanker.
Sindrom metabolik itu melibatkan beberapa kondisi, termasuk tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular .
Mempertahankan berat badan yang moderat atau menurunkan berat badan melalui diet dan olahraga dapat membantu mencegah atau mengurangi obesitas.
Namun, dalam beberapa kasus, seseorang mungkin memerlukan pembedahan.
Lalu, apa penyebab obesitas? Berikut penjelasannya.
Ketika seseorang mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang mereka gunakan sebagai energi, tubuh mereka akan menyimpan kalori ekstra sebagai lemak.
Ini bisa menyebabkan seseorang mengalami kegemukan.
Selain itu, beberapa makanan dan minuman – terutama yang tinggi lemak dan gula – lebih cenderung menyebabkan penambahan berat badan.
Item yang cenderung meningkatkan risiko kenaikan berat badan meliputi:
Beberapa produk makanan olahan, seperti kecap, mengandung sirup jagung fruktosa tinggi sebagai pemanis.
Makan terlalu banyak makanan ini dan melakukan terlalu sedikit olahraga dapat menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas.
Baca juga: 5 Cara yang Bisa Dilakuan Orangtua untuk Cegah Anak Obesitas
Orang dengan diet yang terutama terdiri dari buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan air masih berisiko mengalami kelebihan berat badan jika mereka makan berlebihan atau jika faktor genetik meningkatkan risikonya.
Saat ini, banyak orang yang kurang melakukan aktivitas fisik.
Mereka cenderung lebih banyak menetap.
Beberapa contoh kebiasaan tersebut antara lain:
Semakin sedikit seseorang bergerak, semakin sedikit kalori yang mereka bakar.
Selain itu, aktivitas fisik memengaruhi cara kerja hormon seseorang dan hormon memengaruhi cara tubuh memproses makanan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat membantu menjaga kadar insulin tetap stabil dan kadar insulin yang tidak stabil dapat menyebabkan penambahan berat badan.
Satu ulasan pada tahun 2016 mencatat bahwa aktivitas fisik merupakan faktor kunci untuk mempertahankan dan meningkatkan banyak aspek kesehatan, termasuk sensitivitas insulin.
Aktivitas fisik tidak perlu olahraga di gym.
Pekerjaan fisik, berjalan atau bersepeda, menaiki tangga, dan tugas-tugas rumah tangga semuanya berkontribusi.
Namun, jenis dan intensitas aktivitas dapat mempengaruhi sejauh mana manfaatnya bagi tubuh dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Baca juga: 5 Cara Mengatasi Obesitas Secara Alami dan dengan Bantuan Obat
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur meningkatkan risiko penambahan berat badan dan obesitas.
Para peneliti meninjau bukti penelitian pada lebih dari 28.000 anak-anak dan 15.000 orang dewasa di Inggris dari 1977 hingga 2012.
Mereka menyimpulkan bahwa kurang tidur secara signifikan meningkatkan risiko obesitas pada orang dewasa dan anak-anak.
Hal ini disebabkan, kurang tidur dapat menyebabkan perubahan hormonal yang meningkatkan nafsu makan.
Ketika seseorang kurang tidur, tubuhnya akan memproduksi ghrelin, yaitu hormon yang merangsang nafsu makan.
Pada saat yang sama, kurang tidur juga menyebabkan produksi leptin yang lebih rendah, yaitu hormon yang menekan nafsu makan.
Satu studi tahun 2012 memberikan petunjuk tentang bagaimana fruktosa cair, yang merupakan jenis gula, dalam minuman dapat mengubah metabolisme lipid dan glukosa sehingga menyebabkan hati berlemak dan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik termasuk diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah tinggi.
Orang dengan obesitas lebih cenderung memiliki sindrom metabolik.
Setelah memberi makan tikus larutan fruktosa 10 persen selama 14 hari, para ilmuwan mencatat bahwa metabolisme mereka mulai berubah.
Para ilmuwan sekarang percaya bahwa ada hubungan antara asupan fruktosa tinggi dengan obesitas dan sindrom metabolik.
Mereka telah menyuarakan keprihatinan tentang penggunaan sirup jagung fruktosa tinggi untuk mempermanis minuman dan produk lainnya.
Penelitian pada hewan juga menemukan bahwa ketika obesitas terjadi karena asupan fruktosa yang tinggi, ada hubungan erat dengan diabetes tipe 2.
Pada tahun 2018, peneliti menerbitkan hasil investigasi yang melibatkan tikus muda.
Mereka juga mengalami perubahan metabolisme, stres oksidatif, dan peradangan setelah mengonsumsi sirup jagung fruktosa tinggi.
Baca juga: 20 Cara Mencegah Obesitas untuk Anak-anak dan Orang Dewasa
Beberapa obat juga dapat menyebabkan penambahan berat badan.
Hasil dari Tinjauan dan meta-analisis pada tahun 2015 menemukan bahwa beberapa obat menyebabkan orang menambah berat badan selama beberapa bulan. Ini termasuk: