Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Panduan Versus Pemahaman Dalam Pelayanan Kedokteran

Kompas.com - 05/10/2022, 11:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apalagi jika masyarakatnya juga enggan untuk pergi ke pusat rujukan. Semakin bertambah masalah, terutama jika disertai kendala biaya.

Sebagai dokter di wilayah terpencil dipaksa harus memutar otak. Berusaha tetap memberikan pelayanan di tengah segala keterbatasan.

Syukur selama ini tidak pernah terjadi insiden akibat pelayanan tersebut. Yang terpenting, pasien-pasien sembuh dengan segala keterbatasan tersebut.

Tentu saja setiap improvisasi tidak dilakukan asal-asalan. Semuanya berdasarkan pada pemahaman teori yang pernah dipelajari.

 

Mendewakan panduan

Justru hal ini yang mulai ditanggalkan pada pelayanan kedokteran. Saat ini justru terlalu mendewakan pendekatan panduan.

Pendekatan panduan hampir menjadi gejala di seluruh dunia. Termasuk pada saat pendekatan penanganan Covid-19.

Semuanya beralasan data statistik yang diajukan para pembuat panduan. Baik itu kelompok pro vaksin maupun anti vaksin. Tidak pernah ada yang mengungkapkan alasan panduan berdasarkan pemahaman teori.

Baca juga: Panduan Kesehatan WHO untuk Kurangi Risiko Pikun

Justru ketika menyampaikan pendapat berdasarkan teori malah timbul pertanyaan. Pernahkan pendekatan tersebut dilakukan uji coba? Apakah data statistiknya tersedia?

Itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun.

Beberapa kolega yang membaca tulisan saya sering menanyakan tentang data penelitian, bukan membaca kesesuaian teori yang digunakan.

Tidak heran perdebatan pro vaksin dengan anti vaksin ini tidak pernah berakhir. Semua berpegang dengan data masing-masing. Bukan memberikan pemahaman berdasarkan teori yang disepakati.

Padahal setiap data bernilai tergantung bagaimana penyajian dan kesimpulan yang dibuat. Kesimpulan yang jadi pemahaman yang disepakati bersama.

Saya paham bagaimana penolakan terhadap ivermektin dan klorokuin. Padahal kedua obat tersebut banyak diklaim memberikan hasil yang positif. Berdasarkan data-data penggunanya, tentu saja.

Sebaliknya, para penolak obat tersebut juga menggunakan data lain. Data tersebut menyebutkan penggunaan obat-obat tersebut tidak memberikan hasil bermakna. Terlepas dari jujur tidaknya pengusung data tersebut.

Hasilnya akan berbeda jika Dr. Pierre Kory dan Dr Peter McCulough dapat menunjukkan hubungan farmakologi kedua obat tersebut dengan patogenesa penyakitnya. Perdebatan akan selesai.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau