Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sunardi Siswodiharjo
Food Engineer dan Praktisi Kebugaran

Food engineer; R&D manager–multinational food corporation (2009 – 2019); Pemerhati masalah nutrisi dan kesehatan.

Narasi Nutrisi dan Kesehatan di Zaman Pasca-Kebenaran

Kompas.com - 08/05/2023, 10:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Masih sangat banyak informasi yang tidak terverifikasi dan tidak dapat dipercaya, tetapi masih tersebar luas di internet dan media sosial. Hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan dan pada akhirnya malah akan merugikan masyarakat.

Baca juga: Kaum Muda Jadikan Media Sosial Sebagai Sumber Informasi dan Berita

Masih banyak orang percaya bahwa garam Himalaya secara signifikan lebih sehat daripada jenis garam lainnya, meskipun tidak ada bukti ilmiah yang memadai untuk mendukung klaim ini. Demikian pula, ada banyak klaim tentang manfaat kesehatan dari suplemen, tetapi hanya sedikit penelitian yang mendukung klaim tersebut.

Belum lagi soal klaim superfood, yang lebih merupakan marketing gimmick daripada istilah ilmiah yang digunakan dalam dunia nutrisi dan kesehatan. Karena sejatinya tidak ada satu jenis pangan tunggal yang sanggup memenuhi semua jenis kebutuhan gizi untuk manusia. Sumber pangan haruslah tetap beragam.

Banyak orang sering membagikan artikel atau klaim tanpa memeriksa kebenaran atau keaslian sumbernya. Informasi yang menarik atau kontroversial sering kali menjadi mudah menjadi viral, bahkan jika klaimnya tidak didukung oleh fakta dan data-data ilmiah. Jika ada jurnal ilmiah yang digunakan pun, ternyata berasal dari jurnal lama yang sudah tidak up to date lagi.

Sebagaimana sifat dasar ilmu pengetahuan yang selalu berkembang dengan ditemukannya novelty atau kebaruan berupa kebenaran yang baru, yang akan menggantikan kebenaran yang lama, demikian seterusnya. Selain itu, ada juga banyak situs web yang mengklaim memiliki informasi yang akurat dan dapat dipercaya, tetapi sebenarnya hanya mencari keuntungan dari lalu lintas web mereka.

Situs web ini seringkali memberikan klaim tetapi tidak didukung oleh bukti ilmiah, atau bahkan mengandung informasi yang salah. Untuk melawan kualitas informasi yang buruk, penting bagi individu konsumen pangan untuk menjadi lebih kritis dalam memeriksa dan memvalidasi informasi yang mereka terima.

Ada beberapa cara untuk melakukan ini. Pertama, selalu pastikan untuk memeriksa sumber informasi sebelum memercayainya. Cobalah mencari sumber yang dapat dipercaya, seperti publikasi ilmiah atau situs web resmi dari organisasi kesehatan, semisal situs milik WHO atau Kemenkes RI.

Kedua, cek apakah klaim yang dibuat itu didukung oleh bukti ilmiah yang dapat dipercaya. Ini dapat dilakukan dengan membaca penelitian yang terkait atau mencari sumber yang dapat dipercaya yang memverifikasi klaim tersebut.

Ingat kaidah Evidence-Based Science (Ilmu berbasis bukti), di mana ilmu yang diperoleh dengan pendekatan yang menggunakan metode ilmiah yang melibatkan desain penelitian yang ketat, pengumpulan data yang obyektif, pengujian kontrol, dan analisis statistik.

Tujuan utamanya adalah memastikan kebenaran dan reliabilitas pengetahuan melalui bukti empiris yang teruji. Berbeda dengan Experiences-Based Knowledge (Pengetahuan berbasis pengalaman), pengetahuan yang umumnya hanya diperoleh melalui pengalaman pribadi, cerita pengalaman atau kesaksian (testimoni) orang lain, pengamatan, percobaan pribadi, atau sekedar penalaran dari pengalaman langsung.

Pengetahuan ini juga dapat berasal dari persepsi individu, intuisi, tradisi, atau kepercayaan pribadi. Meskipun pengetahuan berbasis pengalaman berharga dan dapat memberikan wawasan baru, kelemahannya adalah kurangnya kontrol yang ketat, kesulitan dalam menggeneralisasi, dan rentan terhadap bias dan kesalahan persepsi, sehingga sebaiknya dihindari.

Ketiga, waspadai bahasa yang digunakan dalam klaim tersebut. Klaim yang tidak memiliki sumber atau didukung oleh bukti ilmiah cenderung menggunakan bahasa yang emosional atau mengesankan. Hindari klaim yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan atau terdengar sangat negatif. Pilih klaim yang terdengar obyektif dan didukung oleh fakta.

Keempat, cari informasi dari sumber yang berbeda. Informasi yang sama dari sumber yang berbeda dapat membantu memastikan kebenaran informasi tersebut. Cobalah mencari sumber yang berasal dari penelitian terbaru dan terpercaya.

Terakhir, cek kredibilitas sumber informasi. Ada banyak sumber informasi yang tidak memiliki kredibilitas yang cukup, seperti blog atau media sosial. Pastikan untuk memeriksa kredibilitas sumber dengan mencari informasi tentang pengalaman dan kredensial yang dimiliki oleh penulis atau sumber informasi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau