Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imam Taufik
Apoteker

Praktisi dan Akademisi Bidang Farmasi

Mencegah Kasus Pencemaran Sirup Obat Terulang

Kompas.com - 25/01/2023, 09:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH pandemi Covid-19 yang mengakibatkan 667 juta kasus infeksi dan 6,7 juta kematian di seluruh dunia mereda, kini kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGA-PA) pada anak menyeruak. Kasus ini bermula di Gambia, Afrika Barat. Sebanyak 28 anak meninggal dunia setelah ginjalnya bermasalah akibat mengonsumsi sirup parasetamol untuk mengatasi demam.

Parasetamol sebenarnya termasuk obat yang aman, dengan kategori B menurut FDA, artinya pada penelitian dengan hewan percobaan, parasetamol tidak menimbulkan efek yang membahayakan.

Investigasi dan hasil pengujian otoritas obat di Gambia terhadap sirup parasetamol yang dikonsumsi telah menunjukkan adanya cemaran senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang berasal dari bahan pelarut untuk memperbaiki solubilitas parasetamol yang kurang larut di dalam air.

Kasus di Gambia itu menjadi peringatan dini bagi seluruh dunia, termasuk di Indonesia, untuk melakukan pengetatan pengawasan terhadap adanya kemungkinan cemaran EG dan DEG pada sirup obat yang beredar di negaranya.

Di Indonesia, sebagaimana dilaporkan laman Kemenkes RI, kasus GGA per-3 November 2022 tercatat sebanyak 323 kasus. Rinciannya, 34 masih dirawat, 99 kasus sembuh, dan 190 kasus kematian. Walau mengalami penambahan jumlah kasus baru dan kematian, tetapi tren menunjukkan penurunan bila dibanding data per-18 Oktober 2022.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melansir bahwa penyebab tunggal GGA misterius ini belum ada. Diduga GGA dapat disebabkan oleh adanya multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) usai menderita Covid-19.

Faktor penyebab lainnya akibat virus influenza, adenovirus, bakteri leptospira, dan cemaran senyawa kimia seperti EG dan DEG juga turut menyumbang kemungkinan penyebab terjadinya GGA.

Dari hasil pengawasan dan pengujian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) per-27 Desember 2022 terhadap 508 merk sirup yang beredar di Indonesia yang berasal dari 49 industri farmasi, telah memenuhi ketentuan terhadap batas cemaran EG dan DEG pada sirup obat.

BPOM juga telah melansir sirup obat yang ditarik dari peredaran setelah terbukti mengandung cemaran EG dan DEG di atas ambang persyaratan, yaitu 0,1 persen dengan Tolerable Daily Intake (TDI) sebesar 0.5 mg/kg BB/hari.

Produk yang dicabut Nomor Izin Edar (NIE)-nya yaitu 6 produk sirup dari PT Yarindo Farmatama, 14 produk dari PT Universal Pharmaceutical, 49 produk dari PT Afi Farma, 6 produk dari PT Ciubros, 9 produk dari PT Samco, 32 produk dari PT Rama Emerald, serta 1 sertifikat CDOB CV Samudra Chemical. Distributor obat atau pedagang besar farmasi (PBF) ini terbukti menyuplai bahan baku pelarut yang terbukti melebihi ambang batas cemaran EG dan DEG.

Adanya cemaran EG dan DEG ini terbukti berasal dari empat jenis pelarut yang digunakan pada industri farmasi, yaitu propilen glikol (PG), polietilen glikol (PEG), sorbitol, dan gliserol. Keempat pelarut ini lazim digunakan dalam formulasi sediaan cair untuk memperbaiki sifat kelarutan yang kurang baik dari bahan baku seperti parasetamol.

Dalam aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), industri farmasi wajib memenuhi aspek keamanan dan mutu produk akhir, termasuk bahan baku obat. Untuk itu industri farmasi wajib memastikannya melalui certificate of analysis (CoA) setiap bahan baku atau pemastian mutu melalui uji laboratorium.

Setiap bahan baku yang digunakan, termasuk zat aktif, bahan penolong dan bahan tambahan, harus memiliki tingkatan pharmaceutical grade (tingkat farmasi), artinya memiliki kualitas yang baik untuk farmasi dan cemarannya sangat rendah sesuai dengan persyaratan Farmakope Indonesia (FI).

Adanya pemasukan bahan baku yang digunakan, yang bukan pharmaceutical grade, tetapi chemical grade memiliki kualitas yang lebih rendah dan cemaran yang jauh di atas ambang persyaratan FI. Hal ini disebabkan karena harga bahan baku chemical grade jauh lebih murah ketimbang pharmaceutical grade.

Sisi inilah yang dimanfaatkan industri dan distributor farmasi nakal, yang ingin mendapatkan profit yang lebih besar dengan mempertaruhkan nyawa anak-anak negeri ini.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau