Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanifah Hasnur
Dosen

Hanifah Hasnur was born in Aceh, on July 22nd, 1989. Currently, she serves as a lecturer for Universitas Muhammadiyah Aceh. Hanifah also does such consultancy works in the context of health financing, health programs, and health program evaluation regarding health planning, executing, allocating and sustainability of health programs.

Digitalisasi Data Kesehatan: Babak Baru Pembangunan Kesehatan Indonesia

Kompas.com - 24/03/2023, 15:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA Februari 2023 lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengundang perwakilan Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota dalam kegiatan Rakerkesnas yang diselenggarakan di Jakarta.

Pada kegiatan Rakerkesnas ini, Menkes meminta komitmen dan menyamakan ide terkait pembangunan kesehatan di Indonesia yang akan melakukan 6 pilar transformasi, termasuk di dalamnya transformasi digital untuk data kesehatan.

Tepat seminggu setelah Rakerkesnas tersebut, melalui akun Instragram resminya, Kementerian Kesehatan mengumumkan peralihan aplikasi Peduli Lindungi yang dulunya digunakan sebagai penyimpan data status vaksinasi dan riwayat COVID-19 menjadi aplikasi satu sehat.

Peluncuran Satu Sehat menjadi babak baru pembangunan kesehatan di Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk mencapi 273,8 juta penduduk, pemaksimalan pemanfaatan teknologi informasi dalam pembangunan data kesehatan menjadi suatu mimpi yang segera akan menjadi nyata dalam waktu dekat.

Satu Sehat untuk digitalisasi Rekam Medis

Layaknya di beberapa negara di Eropa dan di Amerika Serikat yang telah memanfaatkan teknologi untuk mencatat setiap data rekam medis pasien yang berobat di layanan kesehatan, maka Pemerintah Indonesia melalui aplikasi Satu Sehat akan me-record setiap layanan yang diakses oleh masyarakatnya melalui satu aplikasi.

Aplikasi ini juga dapat diakses oleh pasien sendiri, untuk menelusuri riwayat penyakit yang dimilikinya maupun riwayat layanan kesehatan yang telah dan akan diaksesnya.

Mungkin sebagai masyarakat awam, perubahan ini akan melahirkan banyak pertanyaan. Salah satunya terkait keamanan data, apakah nantinya data rekam medis pasien tidak akan bocor dan lain sebagainya.

Tentu kemungkinan itu ada, namun menurut hemat penulis, segala dampak negatif sudah dipikirkan oleh negara.

Di mana di satu sisi, negara telah menjamin keamanan sistem yang dibangunnya, di samping segala manfaat yang didapat oleh masyarakat juga pasti berbanding lurus.

Salah satu istilah yang lazim dipakai dalam hal ini adalah interoperability, di mana nantinya unit data yang telah terstandarkan oleh sistem secara penamaan atau peng-kodean akan bisa diakses dalam satu waktu oleh lebih dari satu pengguna.

Sebut saja, bila seorang dengan indikasi penyakit tertentu ketika hendak mendaftar pada suatu instansi yang membutuhkan surat sehat, maka dengan identitas yang dimilikinya seperti Nomor Induk kependudukannya, si instansi tersebut bisa mengakses dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan tanpa menggunakan surat sehat yang tingkat presisinya kadang masih diragukan.

Bila selama ini Puskesmas memiliki tugas yang sangat banyak dalam hal penginputan data, maka tentunya transformasi digital di sektor kesehatan akan sangat membantu para tenaga medis atau tenaga administrasi di layanan kesehatan.

Puskesmas semestinya nantinya, tidak perlu lagi melakukan pelaporan-pelaporan serupa untuk beberapa instansi berbeda seperti yang sering dilakukan selama ini.

Bahkan nantinya, Puskesmas hanya perlu melaporkan pada satu sistem saja. Nantinya, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan bahkan BPJS Kesehatan dapat mengakses data.

Bahkan instansi-instansi tersebut dapat menarik data tersebut untuk kepentingan pembuatan keputusan yang tepat dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat ke depannya.

Sistem digitalisasi yang dikembangkan ini, sebenarnya telah dilakukan oleh BPJS di era pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

Hanya saja, selama ini digitalisasi hanya berjalan dari satu instansi ke satu instansi lain saja, seperti halnya layanan p-care di mana Puskesmas melaporkan kepada BPJS tiap bulan terkait kunjungan sehat, kunjungan sakit dan kinerja layanan lainnya yang dibebankan kepada Puskesmas kepada BPJS.

Namun, dalam hal ini, Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan tidak memiliki akses terhadap data-data tersebut.

Sehingga, jika Kementerian Kesehatan membutuhkan data-data yang sama, ada proses permintaan data yang harus dilakukan terlebih dahulu, baru kemudian datanya bisa diperoleh.

Sementara sisi Puskesmas sendiri, pastinya Puskesmas tidak perlu lagi melakukan pekerjaan yang sama, memasukkan data yang sama dua sampai tiga kali untuk diberikan kepada masing-masing instansi yang meminta.

Keakuratan data Kesehatan

Bila selama ini, di antara kita banyak yang masih meragukan hasil data survei penelitian yang dilakukan oleh para peneliti, tentu proses digitalisasi di sektor kesehatan akan mengurangi keraguan kita terkait hal ini.

Nantinya profil-profil Dinas kesehatan yang acap kali mandeg alias tidak tersedia untuk diakses selama ini, dengan kemudahan input data kesehatan secara interoperabilitas, maka grafik-grafik informasi kesehatan satu daerah dapat muncul secara otomatisasi.

Namun, menurut penulis, salah satu hal yang tidak boleh abai dalam hal ini adalah support sistem untuk mendukung sistem yang akan dibangun.

Bila memang segala upaya membangun sistem telah dilakukan dengan ideal, maka support sistem yang ideal di sini sangat dibutuhkan.

Support sistem yang dimaksud seperti pendanaan dan SDM memadai yang bertanggung jawab terhadap upaya interoperabilitas data kesehatan.

Pemerintah daerah harusnya dapat memahami tugas besar ini. Data kesehatan masyarakat di daerah nantinya akan menjadi bagian dari data kesehatan digital nasional.

Sehingga upaya penguatan digitalisasi data kesehatan daerah, sangat perlu diperkuat dengan sumber daya yang memadai.

Di tingkat Dinas Kesehatan provinsi, kabupaten/kota sampai kepada tingkat Puskesmas, tenaga kesehatan yang memiliki kapasitas menggunakan teknologi untuk pengumpulan dan analisa data-data kesehatan di tingkat daerah sangat diperlukan.

Untuk hal ini, penulis sebagai tenaga ahli yang ikut membantu penguatan upaya digitalisasi data pembiayaan kesehatan di tingkat nasional, sangat mendorong pemerintah daerah dapat mempersiapkan sekarang ini.

Sehingga, nantinya diharapkan, tidak terjadi kekurangan sumber daya. Oleh karena itu, sumber daya mampuni sudah harus disiapkan, diupayakan, dan diciptakan agar pengembangan sistem untuk tujuan pembangunan kesehatan dapat berjalan ideal seperti yang dicita-citakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com