Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
CIRCULAR ECONOMY

Angka Kematian Akibat Kanker Payudara Tinggi, BPA Disebut Jadi Pemicu

Kompas.com - 27/04/2023, 16:50 WIB
Aningtias Jatmika,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama dengan jumlah penderita kanker terbanyak dan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia.

Sementara itu, data Globocan 2020 mencatat, jumlah kejadian kanker payudara di Indonesia mencapai 68.858 kasus atau 16,6 persen dari total 396.914 kasus baru kanker. Adapun jumlah kematian akibat kanker payudara mencapai lebih dari 22.000 kasus.

Temuan serupa dipaparkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada 2020, WHO mencatat, terdapat 2,3 juta kasus baru kanker payudara di seluruh dunia. Angka ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling umum diderita oleh perempuan di seluruh dunia.

Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Elvida Sariwati mengatakan, sebanyak 70 persen kasus kanker payudara terdeteksi pada tahap lanjut.

“Jika bisa dideteksi pada tahap awal, kasus kematian bisa dicegah. Mungkin kematiannya bisa kita tanggulangi,” ujar Elvida dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (27/4/2023).

Elvida melanjutkan, selain angka kematian tinggi, keterlambatan penanganan pasien kanker juga menyebabkan pembengkakan biaya perawatan.

Pada periode 2019-2020, pengobatan kanker menguras anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga Rp 7,6 triliun.

Penyebab kanker payudara

Kanker payudara disebabkan oleh sejumlah faktor. Di Indonesia, sebagian besar kasus kanker payudara dikaitkan dengan faktor lingkungan, gaya hidup tidak sehat, dan faktor genetik.

Beberapa faktor risiko lingkungan meliputi polusi udara, radiasi, serta paparan zat kimia, seperti pestisida dan bahan kimia industri.

Paparan senyawa kimia berbahaya dari kemasan plastik polikarbonat yang mengandung Bisphenol A (BPA) juga dicurigai dapat memicu kanker payudara.

Kecurigaan tersebut dibuktikan oleh peneliti dari Zhejiang University China melalui studi bertajuk “Bisphenol A Exposure and Breast Cancer Risk: a Meta-Analysis.”

Baca juga: Benarkah Paparan BPA Bisa Sebabkan Autisme pada Anak?

Berdasarkan analisis terhadap 28 studi epidemiologi, peneliti menemukan bahwa paparan BPA berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara pada perempuan.

“Paparan BPA secara signifikan dapat meningkatkan risiko kanker payudara pada perempuan, khususnya pascamenopause,” demikian hasil penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Environmental Research itu.

Dengan kata lain, paparan BPA dalam jangka panjang dan akumulatif semakin memicu perkembangan kanker payudara.

Penelitian berjudul “Bisphenol A Induces a Profile of Tumor Aggressiveness in High-Risk Cells from Breast Cancer Patients” juga mengungkap hal serupa.

Studi yang dipublikasikan di jurnal American Association for Cancer Research (AACR) pada 2008 menemukan bahwa paparan bahan kimia, seperti BPA, bahkan yang terjadi tanpa sengaja, bisa meningkatkan risiko kanker payudara dan memungkinkan tumor kembali tumbuh.

Baca juga: Tren Gaya Hidup Sehat Meningkat, Galon AMDK BPA Free Semakin Dilirik

Pada studi tersebut, peneliti mengambil sampel jaringan payudara yang berisiko tinggi dari pasien kanker payudara menggunakan teknik jarum halus.

Mereka mencoba menemukan perubahan spesifik pada molekul dalam jaringan payudara yang disebabkan oleh bahan kimia, seperti BPA, atau yang juga dikenal sebagai xenoestrogen.

Hasil penelitian menunjukkan, efek BPA lebih sering terlihat pada tumor payudara yang memiliki derajat histologis tinggi dan berukuran besar. Hal ini dapat memengaruhi kelangsungan hidup pasien yang menderita kanker payudara.

Penelitian itu juga mendapati bahwa paparan bahan kimia pengganggu endokrin bisa memicu kanker payudara dan membuat kanker ini sulit disembuhkan.

BPA pada kemasan plastik

Untuk diketahui, BPA kerap ditemukan di dalam plastik polikarbonat dan resin epoxy yang dipakai sebagai pembungkus produk makanan dan minuman, misalnya galon isi ulang untuk air minum dalam kemasan (AMDK).

Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro Profesor Dr Andri Cahyo Kumoro mengatakan, kontaminasi senyawa BPA terjadi akibat pemanasan dan gesekan.

Baca juga: Ini Alasan Ahli Ingin Air Minum Dalam Kemasan Diberi Label BPA

Adapun paparan BPA dari galon isi ulang AMDK paling banyak terjadi di kota besar. Pasalnya, frekuensi peredaran galon isi ulang AMDK di kota besar cenderung lebih tinggi ketimbang daerah di luar perkotaan.

“Di depo-depo isi ulang, misalnya, pembersihan galon polikarbonat dilakukan secara tradisional. Pembersihan seharusnya menggunakan sikat lembut sehingga meminimalkan pelecutan (migrasi) BPA,” jelas Andri.

Andri menjelaskan, sebagian besar masyarakat juga tidak memahami kode-kode dalam kemasan plastik. Padahal, plastik polikarbonat yang mengandung BPA memiliki nomor kode plastik “7”. Artinya, plastik ini termasuk dalam kategori berisiko.

“Oleh sebab itu, masyarakat harus mengecek kode plastik pada kemasan AMDK. Produsen juga harus mencantumkan kode plastik. Dengan demikian, makanan atau minuman dengan kemasan yang mengandung BPA tidak dikonsumsi oleh bayi, balita, dan ibu hamil,” imbuh Andri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau