RANCANGAN Undang-Undang Kesehatan memberi kemudahan pada tenaga medis dan tenaga kesehatan asing untuk melakukan praktik di Indonesia.
Dibukanya peluang dokter/dokter gigi asing beroperasi di Indonesia dan memiliki kewenangan untuk bertindak atas tubuh manusia Indonesia, perlu diiringi dengan perangkat regulasi dan pengawasan yang sangat hati-hati, demi melindungi masyarakat Indonesia.
Praktik kedokteran adalah suatu ‘hak istimewa’. Medical practice is not a right, but a priviledge.
Dengan demikian, hanya dokter atau dokter gigi yang telah lulus dari fakultas kedokteran atau fakultas kedokteran gigi, memiliki kompetensi kedokteran/kedokteran gigi, menguasai disiplin ilmu yang mumpuni, beretika luhur, dan telah bersumpah dokter, yang boleh melakukan praktik kedokteran.
Atas perkembangan regulasi ini, maka sebagai warga negara yang pernah mewakili masyarakat di Konsil Kedokteran Indonesia (2014-2020), saya bermaksud mengajukan dua pertimbangan, terutama terkait budaya atau bahasa.
Pertama, sebaiknya tenaga medis asing yang bekerja di Indonesia adalah mereka yang memiliki standar kompetensi yang baik, yaitu berasal dari fakultas Kedokteran dan Kedokteran gigi yang diakui kompetensinya oleh pemerintah dan komunitas profesi; memiliki etika profesi melalui pengakuan dari negara asal dan menguasai permasalahan kesehatan.
Kedua, tenaga medis asing yang akan bekerja di Indonesia sebaiknya menguasai budaya masyarakat Indonesia.
Budaya adalah sekumpulan nilai-nilai, norma, keyakinan, dan tradisi yang dimiliki oleh kelompok manusia tertentu, yang memengaruhi cara hidup dan pandangan mereka terhadap berbagai hal termasuk kesehatan.
Budaya mencakup berbagai aspek seperti bahasa, agama, kekerabatan, cara hidup, sistem pengetahuan, seni, sistem sosial-politik dll.
Dalam konteks pelayanan kesehatan yang baik, seorang dokter/dokter gigi diharapkan memiliki pendekatan komunikasi biopsikososiospiritual, artinya memahami masalah pasien terkait biomedis, psikologis, sosiologis, dan spiritual.
Itulah mengapa memahami budaya pasien sangat penting untuk dapat membantu tenaga medis memberikan pelayanan kesehatan efektif.
Memahami budaya juga dapat memengaruhi harapan, nilai-nilai dan kepatuhan pasien; membantu mempromosikan pemahaman dan toleransi antarbudaya; serta mencegah diskriminasi dan kesalahpahaman yang dapat terjadi akibat perbedaan budaya.
Standar minimal budaya dari komunikasi tenaga medis dengan pasien adalah pemahaman bahasa.
Dalam menegakkan diagnosis, dokter perlu memperoleh informasi tentang apa yang pasien rasakan, melanjutkan dengan pemeriksaan atau data tambahan jika diperlukan.
Anamnesis diperoleh melalui penjelasan langsung dari pasien kepada dokter, serta tidak dapat didelegasikan. Informasi dari anamnesis tersebut sangat memengaruhi keputusan dokter dalam menegakkan diagnosis.