Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Leila Mona Ganiem
Akademisi dan Konsultan Komunikasi

Doktor Ilmu Komunikasi, Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia

Regulasi jika Dokter Asing Diizinkan Praktik di Indonesia

Kompas.com - 10/05/2023, 15:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RANCANGAN Undang-Undang Kesehatan memberi kemudahan pada tenaga medis dan tenaga kesehatan asing untuk melakukan praktik di Indonesia.

Dibukanya peluang dokter/dokter gigi asing beroperasi di Indonesia dan memiliki kewenangan untuk bertindak atas tubuh manusia Indonesia, perlu diiringi dengan perangkat regulasi dan pengawasan yang sangat hati-hati, demi melindungi masyarakat Indonesia.

Praktik kedokteran adalah suatu ‘hak istimewa’. Medical practice is not a right, but a priviledge.

Dengan demikian, hanya dokter atau dokter gigi yang telah lulus dari fakultas kedokteran atau fakultas kedokteran gigi, memiliki kompetensi kedokteran/kedokteran gigi, menguasai disiplin ilmu yang mumpuni, beretika luhur, dan telah bersumpah dokter, yang boleh melakukan praktik kedokteran.

Atas perkembangan regulasi ini, maka sebagai warga negara yang pernah mewakili masyarakat di Konsil Kedokteran Indonesia (2014-2020), saya bermaksud mengajukan dua pertimbangan, terutama terkait budaya atau bahasa.

Pertama, sebaiknya tenaga medis asing yang bekerja di Indonesia adalah mereka yang memiliki standar kompetensi yang baik, yaitu berasal dari fakultas Kedokteran dan Kedokteran gigi yang diakui kompetensinya oleh pemerintah dan komunitas profesi; memiliki etika profesi melalui pengakuan dari negara asal dan menguasai permasalahan kesehatan.

Kedua, tenaga medis asing yang akan bekerja di Indonesia sebaiknya menguasai budaya masyarakat Indonesia.

Budaya adalah sekumpulan nilai-nilai, norma, keyakinan, dan tradisi yang dimiliki oleh kelompok manusia tertentu, yang memengaruhi cara hidup dan pandangan mereka terhadap berbagai hal termasuk kesehatan.

Budaya mencakup berbagai aspek seperti bahasa, agama, kekerabatan, cara hidup, sistem pengetahuan, seni, sistem sosial-politik dll.

Dalam konteks pelayanan kesehatan yang baik, seorang dokter/dokter gigi diharapkan memiliki pendekatan komunikasi biopsikososiospiritual, artinya memahami masalah pasien terkait biomedis, psikologis, sosiologis, dan spiritual.

Itulah mengapa memahami budaya pasien sangat penting untuk dapat membantu tenaga medis memberikan pelayanan kesehatan efektif.

Memahami budaya juga dapat memengaruhi harapan, nilai-nilai dan kepatuhan pasien; membantu mempromosikan pemahaman dan toleransi antarbudaya; serta mencegah diskriminasi dan kesalahpahaman yang dapat terjadi akibat perbedaan budaya.

Standar minimal budaya dari komunikasi tenaga medis dengan pasien adalah pemahaman bahasa.

Dalam menegakkan diagnosis, dokter perlu memperoleh informasi tentang apa yang pasien rasakan, melanjutkan dengan pemeriksaan atau data tambahan jika diperlukan.

Anamnesis diperoleh melalui penjelasan langsung dari pasien kepada dokter, serta tidak dapat didelegasikan. Informasi dari anamnesis tersebut sangat memengaruhi keputusan dokter dalam menegakkan diagnosis.

Ketika penyakit ringan dan dapat dilihat secara nonverbal, terbatasnya dialog dokter dengan pasien tidak terlalu berisiko.

Namun pada penyakit berat dan memerlukan presisi informasi, kesalahpahaman dokter dengan pasien dapat merupakan perbedaan hidup dan mati.

Dengan demikian, keselamatan dipertaruhkan ketika proses penting dialog dokter dengan pasien terkendala oleh berbedaan bahasa.

Pilihan menggunakan penerjemah juga tidak selalu menguntungkan. Tidak jarang, penerjemahan bahasa mengalami kesulitan menemukan padanan yang tepat, termasuk padanan kultural.

Kata-kata yang berhubungan dengan penyakit bahkan mungkin rumit. Penerjemah profesional juga perlu melalui pelatihan khusus untuk memahami terminologi medis dan kultural.

Penyakit raja singa, penyakit seksual menular, tidak dapat diterjemahkan ke dalam the lion king disease.

Penyakit kuning, artinya (gejala) gangguan hati (liver) tidak dapat diterjemahkan menjadi yellow disease.

Tidak tepat penggunaan kata hot disease sebagai terjemahan penyakit panas. Juga keliru untuk berpikir bahwa obat merah dalam bahasa Indonesia adalah red medicine dalam bahasa Inggris.

Kasus pasien enggan membuka diri di hadapan penerjemah atas informasi sensitif yang perlu disampaikan berpotensi menimbulkan kesalahan interpretasi yang selanjutnya pada kesalahan diagnosis atau pasien tidak dapat mematuhi saran dokter karena kurang pemahaman.

Penerjemah juga harus disumpah untuk memastikan kerahasiaan informasi pribadi pasien (Mulyana & Ganiem, 2021).

Di Jerman yang cukup banyak dokter asingnya, tidak jarang pasien merasa keluhannya kurang dipahami dokter yang melayani mereka.

Ketika seseorang berada di luar negeri dan kebetulan sakit, banyak yang memilih menahan sakit karena kurang mampu menjelaskan masalah kesehatannya pada dokter setempat.

Budaya Jawa yang mengucapkan kata ‘njeh’ juga bisa bermakna, ‘saya mendengarkan, baik, atau ekspresi emosi seperti kaget, heran atau tidak percaya’.

Selanjutnya, dalam komunikasi interaksi dapat dibedakan antara verbal (kata-kata) dan nonverbal (bukan kata-kata seperti gerak tubuh, sentuhan, ekspresi suara, mimik wajah, jarak, penampilan dll).

Pemahaman terkait nonverbal sangat lekat dengan budaya. Penyedia layanan kesehatan pasti harus berkomunikasi dengan pasien secara nonverbal.

Ilmuwan komunikasi memperkirakan bahwa komponen komunikasi nonverbal berkontribusi hingga 80 persen dari keseluruhan makna yang disampaikan dalam komunikasi tatap muka.

Perilaku nonverbal dipercaya lebih alami daripada perilaku verbal. Lebih mudah untuk mengendalikan perilaku verbal daripada perilaku nonverbal; jadi kita lebih bisa memanipulasi perilaku verbal daripada perilaku nonverbal.

Kemampuan mendengar yang tidak dikatakan, adalah keterampilan penting dalam pelayanan kesehatan.

Pasien cenderung lebih puas dengan dokter yang lebih terampil dalam menampilkan perilaku nonverbal yang tepat serta menafsirkan perilaku nonverbal pasien dan akibatnya menjadi lebih sensitif terhadap emosi mereka.

Dokter juga dapat belajar lebih banyak tentang penyakit dari cara pasien menyampaikan cerita daripada dari cerita itu sendiri.

Bahasa memang tidak selalu dapat dipadankan secara lugas. Komunikasi nonverbal juga seringkali tidak dapat dipisahkan dari komunikasi verbal.

Namun, prasyarat bagi tenaga medis yang akan melakukan praktik kedokteran di Indonesia untuk mampu minimal berbahasa Indonesia (keterampilan verbal) dengan baik dan dibuktikan dengan sertifikat dari Pusat Bahasa Indonesia, sebaiknya tetap diberlakukan.

Mengabaikan keterampilan bahasa, sangat mungkin akan banyak pengaduan masyarakat atau kerugian jiwa masyarakat. Pasalnya, berbagai kasus disiplin Kedokteran di Indonesia maupun di dunia, masalah terbesar adalah komunikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com