Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/06/2023, 17:08 WIB
Mahardini Nur Afifah

Penulis

KOMPAS.com - Program Shokuiku atau edukasi makan yang kini diterapkan di Jepang memiliki sejarah panjang sejak abad ke-19 silam.

Untuk diketahui, Shokuiku adalah praktik pendidikan atau edukasi mengenai makanan serta membangun kesadaran untuk membentuk pola makan sehat.

Shokuiku berasal dari dua kata yakni "Shoku" yang artinya diet atau pengaturan makan, serta “Iku” yang artinya pertumbuhan dan pendidikan.

Baca juga: Menilik Praktik Shokuiku, Edukasi Makan Sehat sejak Dini ala Jepang

Istilah ini kali pertama diperkenalkan Sagen Ishizuka, sarjana terkemuka di bidang kedokteran dan farmasi lewat bukunya bertajuk Diet for Health. Buku tersebut menyoroti efek diet pada kesehatan manusia.

Simak perubahan wajah menu makan siang ala Shokuiku di Jepang dari masa ke masa lewat artikel berikut ini.

Transformasi menu makan siang ala Shokuiku di Jepang

Pakar gizi dari Kanagawa Institute of Technology Jepang Profesor Naomi Aiba menyebutkan, menu makan siang anak sekolah di Jepang mengalami banyak perubahan, sejak kali pertama diperkenalkan sampai sekarang.

“Awalnya menggunakan pola makan seimbang dengan menu tradisional Jepang, lalu sempat terdampak perang dunia, sampai menu seperti sekarang,” jelas Aiba, di forum kuliah terbuka Dietary Education Shokuiku yang digelar Yakult, di Tokyo (25/5/2023).

Berikut potret transformasi menu makan siang ala Shokuiku di Jepang sejak kali pertama sampai saat ini:

  • 1898

Pada abad ke-19, program makan siang kali pertama disediakan Konfederasi Buddhis untuk anak-anak miskin di sekolah dasar di Kota Tsuruoka, Prefektur Yamagata.

Menu makan siang tersebut berupa hidangan tradisional khas Jepang seperti nasi kepal, ikan asin berbasis salmon, dan acar sayur.

Sepanjang zaman Meiji (1968–1912) dan zaman Taisho (1912–1926), makan siang menjadi pantulan agar anak-anak mau ke sekolah, terutama anak yang kurang mampu agar mau mengenyam bangku pendidikan.

  • 1927

Menginjak abad ke-20, konsep makan siang mulai bergeser dan menekankan pada aspek gizi. Menu yang disajikan berupa nasi putih, ikan asin berbasis makerel, sup miso yang dibuat dari fermentasi pasta kedelai, dan sayuran.

Pemerintah Jepang mulai ambil bagian dan mendata sekolah yang menyelenggarakan program edukasi makan siang di sekolah.

Mereka juga memberikan bantuan makan siang untuk lebih dari 100.000 anak kurang gizi yang terdampak depresi ekonomi pasca-Perang Dunia I.

Sejak 1932, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan setempat meluaskan program subsidi makan siang kepada anak dengan masalah kesehatan, anak kurang gizi, dan anak dengan pola makan tidak seimbang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com