Jadi, penghapusan “mandatory spending” dalam UU Kesehatan yang baru, yang argumentasinya menyebut merujuk pada Kuba, sebetulnya kurang tepat. Faktanya, Kuba sangat jor-joran untuk pembangunan kesehatannya.
Sistem kesehatan Kuba mengedepankan promotif dan preventif, ketimbang kuratif. Untuk mewujudkan itu, Kuba punya medicina general integral (MGI), pengobatan komprehensif dan terintegrasi). MGI menjadi garda depan sistem kesehatan Kuba.
Jadi, di setiap lingkungan atau komunitas di Kuba, semacam RT dan RW di Indonesia, ada yang disebut “consultorio”. Setiap consultorio terdiri dari dokter dan beberapa staf. Setiap consultorio melayani sekitar 1000-1500 pasien.
Untuk menopang consultorio, ada policlínicos yang siap melayani warga selama 24 jam. Policlinicos mirip dengan Puskesmas di Indonesia.
Policlinicos melibatkan tenaga kesehatan, dokter spesialis, dan sukarelawan terlatih. Mereka yang mempromosikan pola hidup sehat, pencegahan penyakit, melatih warga, hingga melakukan tindakan medis darurat.
Selain itu, Kuba punya yang disebut “dokter keluarga”. Kalau di banyak negara, termasuk Indonesia, pasien yang mendatangi dokter. Namun, Kuba melakukan yang berbeda: dokter yang mendatangi rumah-rumah pasien.
Kuba punya dokter melimpah. Rasionya: 9 dokter untuk 1000 penduduk. Bandingkan dengan Indonesia, pada 2021, rasio dokternya masih 0,69 per 1000 penduduk.
Jumlah dokter yang melimpah itu tidak jatuh dari langit. Ada kebijakan yang disertai komitmen politik serius di balik capaian luar biasa itu.
Pertama, sejak 1961, Kuba menasionalisasi semua lembaga pendidikan swasta. Tidak terkecuali sekolah keperawatan dan kedokteran. Tak ada lagi sekolah swasta.
Kedua, pendidikan gratis di semua jenjang pendidikan, termasuk sekolah kedokteran. Tidak tanggung-tanggung, demi mencerdaskan kehidupan bangsanya, anggaran pendidikan Kuba tidak pernah di bawah 6 persen dari PDB.
Hasilnya, pendidikan kedokteran bukan lagi komoditas mewah dan ekslusif yang hanya bisa diakses oleh anak orang kaya atau keturunan elite.
Anak-anak dari keluarga miskin, terutama buruh dan petani, bisa mengakses pendidikan kedokteran secara gratis.
“Apa yang terjadi, jika dalam enam atau tujuh tahun, anak-anak dari pekerja dan petani menerima berbagai gelar profesional (dokter). Mereka akan berlari, dengan antusiasme yang tinggi, untuk membantu saudara mereka,” kata Che Guevara dalam “On Revolutionary Medicine”.
Ketiga, memperbanyak sekolah dokter dan perawat. Saat ini Kuba punya 24 fakultas kedokteran dan 40 sekolah keperawatan.
Selain itu, sejak 1999, Kuba mendirikan sekolah kedokteran berstatus internasional: Sekolah Kedokteran Amerika Latin (ELAM).