Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Apa Itu Japanese encephalitis, Penyebab, dan Gejalanya

Kompas.com - 21/11/2023, 19:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber WHO,IDAI

Di daerah tropis dan subtropis, penularan virus Japanese encephalitis sering kali meningkat pada musim hujan dan masa prapanen di daerah budidaya padi.

Namun, belum ada bukti peningkatan penularan JEV setelah banjir besar atau tsunami.

Peningkatan penularan penyakit ini disebabkan beberapa faktor risiko, antara lain:

  • Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan
  • Tidak adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat secara alamiah maupun melalui imunisasi
  • Tinggal di daerah endemik JE
  • Perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan digigit oleh nyamuk, misalnya tidur tanpa menggunakan kelambu.

Di 24 negara Asia tenggara dan Pasifik Barat, risiko penularan Japanese encephalitis mencakup lebih dari 3 miliar orang.

Sementara, WHO mengamati bahwa wabah besar Japanese encephalitis biasa terjadi setiap 2-15 tahun.

Baca juga: Awas, Dampak El Nino Menyebabkan Nyamuk DBD Semakin Ganas

Apa saja gejala Japanese encephalitis?

Sebagian besar orang yang terinfeksi virus JE tidak bergejala atau gejalanya ringan saja.

Namun, WHO menyebutkan bahwa sekitar 1 dari 250 infeksi menyebabkan penyakit klinis yang parah.

Masa inkubasinya antara 4-14 hari.

Gejala Japanese encephalitis yang awal dan dominan adalah nyeri gastrointestinal dan muntah.

Jika penyakitnya parah, dapat ditandai dengan kondisi berikut:

  • Demam tinggi yang tiba-tiba
  • Sakit kepala
  • Leher kaku
  • Disorientasi
  • Koma
  • Kejang
  • Kelumpuhan spastik
  • Kematian

Pada anak, gejala awal Japanese encephalitis biasanya berupa demam, anak tampak rewel, muntah, diare, dan kejang.

Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Setelah Digigit Nyamuk Demam Berdarah?

Di antara mereka yang memiliki gejala penyakit ini, tingkat fatalitas kasus ini bisa mencapai 30 persen.

Dari mereka yang bertahan hidup, 20–30 persen pasien mengalami gejala sisa (sekuele) yang bersifat permanen, seperti:

  • Kelumpuhan
  • Kejang berulang
  • Ketidakmampuan berbicara.

Jika Anda atau orang terkasih Anda mengalami gejala-gejala tersebut, tes laboratorium diperlukan untuk memastikan infeksi virus Japanese encephalitis.

Saat ini belum tersedia pengobatan antivirus untuk pasien JE. Perawatan bersifat suportif untuk meringankan gejala dan menstabilkan pasien.

Sehingga, WHO merekomendasikan pemberian dosis tunggal vaksin JE di area endemis.

Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.

Vaksin JE direkomendasikan untuk wisatawan yang akan tinggal selama lebih dari 1 bulan di daerah endemis.

Baca juga: Mengapa Gigitan Nyamuk Terasa Gatal di Kulit?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com