Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Apa Itu Japanese encephalitis, Penyebab, dan Gejalanya

Kompas.com - 21/11/2023, 19:00 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber WHO,IDAI

KOMPAS.com - Japanese encephalitis adalah salah satu penyakit yang bisa ditularkan oleh nyamuk melalui gigitan.

Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Japanese encephalitis memiliki genus yang sama dengan virus demam berdarah, demam kuning, dan virus West Nile.

Lebih parahnya, Japanese encephalitis menjadi penyebab utama ensefalitis (radang otak) di banyak negara Asia.

Baca juga: Peneliti: Nyamuk Wolbachia Tidak Sebabkan Japanese Encephalitis

Penyakit infeksi virus ini mematikan, yang mana terdapat 67.900 kasus Japanese encephalitis setiap tahunnya dengan angka kematian 20-30 persen, seperti yang dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Jadi, penting kita mawasdiri tentang Japanese encephalitis untuk mencegah pengalaman terinfeksi dan cara mengatasi.

Berikut artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang Japanese encephalitis.

Baca juga: Jadi Ancaman Anggota Keluarga, Ini Cara Buat Rumah Bebas Nyamuk DBD

Apa itu Japanese encephalitis?

Japanese encephalitis (JE) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Japanese encephalitis yang ditularkan oleh nyamuk.

Penyakit ini pertama kali ditemukan di Jepang pada 1871 dengan sebutan “summer encephalitis”.

Disebutkan oleh IDAI bahwa penyakit ini berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

Dari 67.900 kasus JE setiap tahunnya memiliki angka kematian 20-30 persen dan mengakibatkan gejala gangguan saraf sisa sebesar 30-50 persen.

Penyakit akibat infeksi virus ini umumnya menyerang anak-anak dan angka kematian banyak terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun.

Baca juga: 7 Cara Menghilangkan Bekas Gigitan Nyamuk secara Alami dan Medis

Bagaimana penularan virus Japanese encephalitis?

Penularan virus Japanese encephalitis hanya terjadi antara nyamuk, babi, dan burung air.

Manusia bisa tertular virus JE saat tergigit oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang terinfeksi.
Sehingga, virus ini tidak ditularkan oleh nyamuk golongan lain, seperti Aedes aegypti yang umum menyebabkan demam berdarah dengue.

Biasanya nyamuk Culex lebih aktif pada malam hari.

Nyamuk golongan Culex ini banyak terdapat di persawahan dan area irigasi, di mana manusia tinggal berdekatan dengan inang aslinya.

Baca juga: Mengenal 4 Ciri-ciri Nyamuk Anopheles Penyebab Malaria

Di daerah tropis dan subtropis, penularan virus Japanese encephalitis sering kali meningkat pada musim hujan dan masa prapanen di daerah budidaya padi.

Namun, belum ada bukti peningkatan penularan JEV setelah banjir besar atau tsunami.

Peningkatan penularan penyakit ini disebabkan beberapa faktor risiko, antara lain:

  • Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan
  • Tidak adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat secara alamiah maupun melalui imunisasi
  • Tinggal di daerah endemik JE
  • Perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan digigit oleh nyamuk, misalnya tidur tanpa menggunakan kelambu.

Di 24 negara Asia tenggara dan Pasifik Barat, risiko penularan Japanese encephalitis mencakup lebih dari 3 miliar orang.

Sementara, WHO mengamati bahwa wabah besar Japanese encephalitis biasa terjadi setiap 2-15 tahun.

Baca juga: Awas, Dampak El Nino Menyebabkan Nyamuk DBD Semakin Ganas

Apa saja gejala Japanese encephalitis?

Sebagian besar orang yang terinfeksi virus JE tidak bergejala atau gejalanya ringan saja.

Namun, WHO menyebutkan bahwa sekitar 1 dari 250 infeksi menyebabkan penyakit klinis yang parah.

Masa inkubasinya antara 4-14 hari.

Gejala Japanese encephalitis yang awal dan dominan adalah nyeri gastrointestinal dan muntah.

Jika penyakitnya parah, dapat ditandai dengan kondisi berikut:

  • Demam tinggi yang tiba-tiba
  • Sakit kepala
  • Leher kaku
  • Disorientasi
  • Koma
  • Kejang
  • Kelumpuhan spastik
  • Kematian

Pada anak, gejala awal Japanese encephalitis biasanya berupa demam, anak tampak rewel, muntah, diare, dan kejang.

Baca juga: Apa yang Harus Dilakukan Setelah Digigit Nyamuk Demam Berdarah?

Di antara mereka yang memiliki gejala penyakit ini, tingkat fatalitas kasus ini bisa mencapai 30 persen.

Dari mereka yang bertahan hidup, 20–30 persen pasien mengalami gejala sisa (sekuele) yang bersifat permanen, seperti:

  • Kelumpuhan
  • Kejang berulang
  • Ketidakmampuan berbicara.

Jika Anda atau orang terkasih Anda mengalami gejala-gejala tersebut, tes laboratorium diperlukan untuk memastikan infeksi virus Japanese encephalitis.

Saat ini belum tersedia pengobatan antivirus untuk pasien JE. Perawatan bersifat suportif untuk meringankan gejala dan menstabilkan pasien.

Sehingga, WHO merekomendasikan pemberian dosis tunggal vaksin JE di area endemis.

Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.

Vaksin JE direkomendasikan untuk wisatawan yang akan tinggal selama lebih dari 1 bulan di daerah endemis.

Baca juga: Mengapa Gigitan Nyamuk Terasa Gatal di Kulit?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau