Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Mitos Demam pada Anak yang Dibantah Ahli

Kompas.com - 18/12/2023, 15:01 WIB
Elizabeth Ayudya Ratna Rininta

Penulis

KOMPAS.com - Ada beberapa mitos demam pada anak yang perlu orangtua ketahui agat tidak salah langkah ketika menghadapi kondisi si kecil.

Untuk diketahui, demam adalah kondisi umum yang kerap terjadi pada anak-anak dan bayi yang membuat suhu tubuh si kecil mengalami kenaikan.

Meski sering kali membuat orangtua khawatir, demam pada anak tidak selalu mengindikasikan suatu penyakit.

Baca juga: 5 Cara Mengatasi Demam pada Anak Naik Turun, Orangtua Perlu Tahu

Demam sejatinya adalah respons tubuh ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh. Selain itu, demam bisa menjadi efek samping suntikan imunisasi.

Artikel ini akan memaparkan enam mitos demam pada anak yang perlu orangtua ketahui.

Mitos demam pada anak

Berikut beberapa mitos demam pada anak yang perlu orangtua pahami:

  • Demam selalu disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri

Dilansir dari Cleveland Clinic, dokter spesialis anak, Sarah Klein, MD, menjelaskan bahwa demam pada anak belum tentu karena infeksi virus atau bakteri.

Penyebab demam bisa karena tubuh sedang merespons masuknya virus atau bakteri tersebut.

"Banyak orangtua mengira demam disebabkan langsung oleh virus atau bakteri. Padahal sebenarnya penyebab demam adalah sistem kekebalan anak yang melawan kuman tersebut,” ujar Sarah.

  • Semakin tinggi suhu, semakin serius penyakit yang diderita anak

Sebagian orangtua mungkin mengira, pertambahan suhu yang semakin tinggi menjadi tanda bahwa anak mengalami kondisi yang serius.

Kenyataannya, suhu tinggi dapat mengindikasikan penyakit serius pada remaja dan orang dewasa. Namun, hal itu tidak selalu menjadi tanda penyakit pada anak di bawah 12 tahun.

Sistem kekebalan tubuh anak belum bekerja secara optimal sehingga imunitas langsung berupaya menyerang kuman yang masuk ke tubuh si kecil.

Baca juga: Napas Anak Cepat Saat Demam, Normal atau Tidak?

Itu sebabnya anak-anak bisa demam tinggi saat flu, sementara orang dewasa tidak mengalami kondisi tersebut.

"Ada yang lebih penting dari angka di termometer yaitu bagaimana perilaku anak. Pastikan si kecil masih aktif, minum banyak cairan, dan merasa lebih baik setelah minum ibuprofen atau acetaminophen dengan dosis yang tepat," ujar Klein.

  • Hanya suhu rektal yang akurat mengukur demam anak

Suhu rektal adalah metode pengukuran suhu tubuh pada bayi dan anak pada rektum atau anus yang dinilai lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya.

Namun menurut Sarah Klein, mengukur suhu tubuh anak pada ketiak hampir sama akuratnya dengan suhu rektal.

Begitu pula dengan metode oral, meskipun anak-anak biasanya baru bisa memegang termometer di bawah lidahnya pada usia empat tahun.

  • Termometer telinga dan dahi seakurat termometer digital

Faktanya, termometer timpani (telinga) dan temporal (dahi) tidak seakurat termometer digital.

Hasil pengukuran dengan termometer timpani dan termporal bisa dipengaruhi oleh suhu eksternal atau di luar tubuh anak.

Baca juga: Ketahui Penyebab Kejang Demam pada Anak dan Penanganannya

  • Suhu tubuh normal selalu 36 derajat celsius

Kebanyakan orang menganggap bahwa suhu tubuh yang normal adalah 36 derajat celsius.

Faktanya, suhu tubuh normal bisa berbeda-beda, tergantung pada bagian mana pengukuran suhu dilakukan.

Suhu ketiak mungkin sekitar satu derajat lebih rendah. Suhu rektal mungkin sekitar satu derajat lebih tinggi.

Selain itu, suhu tubuh Anda juga berubah-ubah karena siklus hormon.

  • Demam tinggi menyebabkan kejang

Anggapan bahwa demam tinggi menyebabkan kejang bisa membuat orangtua panik.

Faktanya menurut Sarah, penyebab kejang bukan demam tinggi, melainkan kenaikan suhu tubuh yang tiba-tiba.

Penjelasan di atas adalah mitos demam pada anak yang perlu orangtua ketahui. Jika Anda merasa khawatir saat si kecil demam, segeralah berkonsultasi dengan dokter.

Baca juga: Bintik Merah Saat Anak Demam, Bisa Jadi Gejala Apa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau