Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Parkinson, Penyakit Penuaan Sistem Saraf Otak

Kompas.com - 20/05/2024, 19:00 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

 

KOMPAS.com - Parkinson merupakan penyakit yang rentan diderita orang berusia lanjut. Meski penyakit ini sudah ditemukan sekitar 200 tahun silam, tetapi sampai saat ini belum ada obatnya. Perawatan medis yang tepat bisa membantu meredakan gejalanya.

Parkinson merupakan penyakit akibat proses penuaan pada sistem saraf di otak, ketika zat dopamin yang dihasilkan terus mengalami penurunan.

"Secara teori, sebesar 15 persen penyakit Parkinson dipengaruhi dari faktor genetik. Namun, dengan pemahaman yang semakin baik mengenai pengaruh genetik dalam penyakit Parkinson, genetik dapat menjadi menjadi faktor yang bisa menurunkan penyakit Parkinson,” ujar dr. Rocksy Fransisca V. Situmeang, dokter spesialis saraf RS Siloam Lippo Village Tangerang.

Baca juga: Anjing Bisa Endus Penyakit Parkinson dengan Akurasi 90 Persen

Seiring dengan meningkatnya jumlah populasi orang berusia di atas 60 tahun di Indonesia, makin besar pula kemungkinan jumlah penderita penyakit parkinson.

Informasi mengenai gejala penyakit ini dan pentingnya melakukan pemeriksaan sejak awal dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita parkinson.

Menurut dr.Rocksy, gejala-gejala parkinson bisa disingkat menjadi akronim TRAP, yaitu tremor (bergetar), rigidity (kekakuan), akinesia (gerakan lebih lambat), serta postural instability (postur tidak stabil).

"Tremor umumnya terlihat pada tangan, sering terjadi dimulai saat istirahat. Tremor ini biasanya terasa di satu sisi tubuh terlebih dahulu, kemudian menyebar ke sisi lain seiring dengan perkembangan penyakit," paparnya.

Selain TRAP, pasien juga mengalami gejala non-motorik, seperti susah tidur, gangguan penciuman, susah BAB, dan susah menelan.

Ketika mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah memeriksakan diri ke dokter spesialis saraf untuk pengecekan lebih lanjut.

"Pemberian obat-obatan yang tepat dari dokter akan meningkatkan kualitas hidup seorang pasien menjadi lebih baik," ujar dr.Rocksy.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Penyakit Parkinson, Penyebab, dan Gejalanya

Pengobatan dan terapi

Dijelaskan oleh dr.Frandy Susatia Sp.S, dokter spesialis saraf, pemberian obat-obatan bertujuan untuk meningkatkan atau menggantikan dopamin dalam tubuh.

"Selain obat, ada juga terapi yang dianjurkan, yaitu fisiotrapi untuk mengatasi kaku otot dan nyeri sendi, terapi wicara, psikoterapi, hingga terapi okupasi untuk menjalani aktivitas sehari-hari," katanya.

Gangguan fisik yang dialami membuat penderita parkinson seringkali bergantung pada orang yang merawat (care giver).

Upaya-upaya tambahan bisa dilakukan untuk memperbaiki kemandirian hidup pasien. Misalnya memakai wearable device seperti jam tangan khusus untuk membantu kebutuhan seseorang sehari-hari, seperti mengontrol waktu tidur hingga pengingat waktu minum obat.

Terapi lain yang bisa dilakukan adalah deep brain stimulation (DBS) untuk mencegah penyakit bertambah parah.

"Penggunaan DBS dilakukan tahap awal seseorang menderita Parkinson agar penyakit tersebut tidak bertambah parah dan mencapai manfaat maksimal," kata dr.Frandy.

Dengan terapi rutin, DBS bisa membantu mengurangi komplikasi motorik, mengatasi tremor, hingga mengurangi dosis obat yang dikonsumsi.

Baca juga: Jenis-jenis Penyakit Degeneratif yang Perlu Diwaspadai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau