KOMPAS.com - Kekerasan yang dialami selebgram Cut Intan Nabila dari suaminya, Armor Toreador mengungkap lingkaran kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa banyak perempuan.
Intan sendiri menutup rapat kekerasan demi kekerasan yang dialaminya dalam lima tahun usia pernikahannya.
Di salah satu unggahan Instagramnya, Intan menulis, ”Selama ini saya bertahan karena anak, ini bukan pertama kalinya saya mengalami KDRT. Ada puluhan video lain yang saya simpan sebagai bukti, 5 tahun sudah berumah tangga, banyak nama wanita mewarnai rumah tangga saya, beberapa bahkan teman saya.”
Tak sedikit komentar di media sosial yang menyayangkan mengapa Intan, dan banyak perempuan lain yang menjadi korban KDRT, memilih untuk tetap bertahan dalam hubungan yang kasar (abusive).
Kita perlu berhenti menyalahkan korban karena bertahan dan mulai mendukung mereka agar mampu meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.
Baca juga: 8 Fakta Penangkapan Armor Toreador, Suami Cut Intan Nabila yang Lakukan KDRT
Dengan memahami berbagai hambatan yang menghalangi seseorang meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan, baik itu ancaman psikologis, emosional, finansial, atau fisik, kita dapat mulai mendukung dan memberdayakan perempuan untuk membuat keputusan terbaik sambil meminta pertanggungjawaban pelaku kekerasan.
Dikutip dari Womensaid.org, berikut adalah beberapa alasan mengapa seorang korban KDRT memilih untuk bertahan:
- Bahaya dan takut
Salah satu alasan penting seorang wanita memilih untuk bertahan adalah karena tahu akan berbahaya bagi mereka jika nekat pergi. Rasa takut tersebut adalah hal yang nyata.
Ada berbagai kasus kekerasan yang terjadi setelah terjadinya perpisahan. Dalam sebuah penelitian di Inggris Raya, 41 persen perempuan dibunuh oleh pasangan atau mantan pasangan setelah mereka berpisah.
Baca juga: 7 Hal yang Perlu Dihindari Saat Menolong Korban KDRT
- Isolasi
KDRT biasanya terjadi karena korban merasa terisolasi. Pelaku berupaya melemahkan hubungan korban dengan keluarga dan teman, sehingga sangat sulit baginya untuk mencari dukungan.
Pelaku sering kali berusaha mengurangi kontak pasangannya dengan dunia luar untuk mencegahnya menyadari bahwa perilaku pelaku merupakan tindakan kasar dan salah. Isolasi menyebabkan perempuan menjadi sangat bergantung pada pasangannya yang suka mengontrol.
- Merasa malu atau menyangkal
Dengan dalih KDRT adalah aib keluarga yang harus ditutup-tutupi dan tidak seharusnya dilaporkan atau diketahui orang lain, atau dengan alasan untuk melindungi anak, membuat kasus KDRT hanya sedikit yang muncul di permukaan.
Banyak pula pelaku KDRT adalah pria yang dihormati atau disukai di lingkungannya karena mereka manipulatif. Hal ini membuat orang lain tidak menyadari pelecehan tersebut dan semakin mengisolasi korban.
Pelaku sering kali meremehkan, menyangkal, atau menyalahkan korban atas kekerasan yang dilakukannya. Korban mungkin merasa malu untuk mengungkapkan apa yang dialaminya atau mencari alasan untuk menutupi pelecehan tersebut.
Baca juga: Duduk Perkara Suami di Kediri Siram Air Keras Istri dan Anak Balitanya, Bermula Sakit Hati
- Trauma dan kepercayaan diri rendah
Bayangkan jika kita setiap hari mendengar bahwa diri kita tidak berharga, hal ini tentu membuat kepercayaan diri rendah. Para korban seringkali juga tak punya kebebasan untuk membuat keputusan.
Korban dalam hubungan yang abusive juga mengalami trauma, seringkali disebut tidak becus sebagai istri dan ibu sehingga membutuhkan pasangannya. Rasa takut yang dialami mereka konstan karena setiap hari harus hidup dengan teror.
- Alasan praktis
Pelaku seringkali mengontrol seluruh aspek kehidupan korban, membuatnya tidak bisa mandiri. Dengan mengontrol akses pada finansial, korban pun merasa tidak berdaya dan tidak mampu menyokong hidupnya jika harus berpisah.
Baca juga: Ini Dampak Psikologis Anak Korban Kekerasan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.