KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa 1 dari 6 gadis remaja mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangannya dalam setahun terakhir.
Di antara gadis remaja yang pernah menjalin hubungan, hampir seperempat (24 persen) atau mendekati 19 juta, yang akan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangannya saat mereka berusia 20 tahun.
Hal ini merupakan hasil analisis baru dari WHO yang diterbitkan di The Lancet Child and Adolescent pada Senin (29/7/2024).
Baca juga: Anjuran IDAI untuk Cegah Kekerasan Seksual pada Anak
“Kekerasan oleh pasangan intim mulai terjadi sejak dini bagi jutaan perempuan muda di seluruh dunia,” kata Dr. Pascale Allotey, Direktur Departemen Kesehatan Seksual dan Reproduksi serta Penelitian WHO, yang dilansir dalam laman resminya.
Allotey mengatakan bahwa masalah ini perlu ditangani lebih serius sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan foskus pada pencegahan dan dukungan yang terarah.
"Mengingat bahwa kekerasan selama bertahun-tahun pada masa remaja dapat menyebabkan kerusakan yang mendalam dan berkelanjutan," ujarnya.
Kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dapat berdampak buruk pada kesehatan, prestasi pendidikan, hubungan masa depan, dan prospek seumur hidup kaum muda.
Dari perspektif kesehatan, kekerasan fisik dan/atau seksual pasangan muda dapat meningkatkan kemungkinan cedera, depresi, gangguan kecemasan, kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual, serta banyak kondisi fisik dan psikologis lainnya.
Baca juga: Kenali Apa Itu Kekerasan Verbal dan Jenisnya
Penelitian ini menganalisis secara terperinci tentang prevelensi kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan yang dialami oleh anak perempuan berusia 15-19 tahun yang telah menjalin hubungan intim.
Studi ini juga mengidentifikasi faktor sosial, ekonomi, dan budaya tertentu meningkatkan risiko kekerasan dalam hubungan berpasangan anak remaja.
WHO memperhitungkan, tingkat kekerasan dalam hubungan intim paling tinggi ada di wilayah Oseania (47 persen) dan Afrika sub-Sahara bagian tengah (40 persen).
Tingkat kekerasan dalam hubungan intim terendah berada di Eropa tengah (10 persen) dan Asia tengah (11 persen).
Baca juga: 7 Penyebab Anak Menjadi Pelaku Kekerasan dan Pencegahannya
Analisis baru menemukan bahwa kekerasan pasangan intim terhadap gadis remaja paling umum terjadi di negara dan kawasan berpendapatan rendah, di tempat-tempat yang jumlah anak perempuan di sekolah menengahnya lebih sedikit.
Di sana biasanya anak perempuan memiliki hak kepemilikan properti dan hak waris yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki.
Pernikahan dini (sebelum usia 18 tahun) yang dialami oleh perempuan secara signifikan hanya meningkatkan risiko kekerasan fisik dan/atau seksual, karena terkait usia pasangan yang menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan, ketergantungan ekonomi, dan isolasi sosial.
Studi ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperkuat layanan dukungan dan langkah-langkah pencegahan dini yang dirancang khusus untuk remaja, agar menghindari dari kekerasan fisik dan/atau seksual.
Di samping itu, WHO juga memperhatikan bahwa perlu ada tindakan untuk mendidik anak laki-laki dan perempuan tentang hubungan yang sehat tanpa kekerasan fisik dan/atau seksual.
Baca juga: 3 Tanda-tanda Kekerasan Seksual pada Anak yang Perlu Diwaspadai
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.