MAKAN Bergizi Gratis (MBG) merupakan program presiden terpilih Prabowo Subianto yang pada Januari 2025, akan bergulir dan tersedia anggaran.
Dalam implementasi pelaksanaannya, dibentuk Badan Gizi Nasional untuk koordinasi dari hulu hingga hilir untuk menjamin tepat sasaran, tepat waktu, tepat tujuan.
Tujuan program makan bergizi gratis, yaitu melahirkan generasi muda emas yang sehat dan unggul. Perlu kerja sama lintas sektor, pihak terkait, dan masyarakat untuk mewujudkannya. Pekerjaan yang menjangkau luas, kolosal, dan sangat berdampak dalam sendi kehidupan masyarakat.
MBG diharapkan dapat mengatasi angka kematian ibu hamil, anak kurang gizi, stunting, angka anemia, dan dapat menyerap panen petani dan nelayan. Menjadi kerja luar biasa besar dan berat karena dimensi masalah perekonomian dan kesehatan.
Secara khusus, MBG akan mengatasi masalah status gizi yang selama ini terjadi. Stunting, wasting, overweight, underweight, anemia remaja, dan bumil KEK (kekurangan energi khronis) masih jadi persoalan.
Stunting dan overwight menurun, tapi status wasting dan underweight balita terus meningkat.
Sasaran program ini meliputi 83 juta orang terdiri 30 juta anak usia dini, 24 juta siswa SD, 9,8 juta murid SMP, 10,2 juta murid SMA-SMK, 4,3 juta santri, dan 4,4 juta ibu hamil. Dapat dibayangkan besarnya anggaran negara untuk menjalankan program MBG.
Perkiraan awal, dana yang dibutuhkan untuk MBG lebih dari Rp 400 triliun. Namun, pemerintah akan melaksanakan secara bertahap dengan skala prioritas karena keterbatasan anggaran. Tahun depan, disiapkan anggaran Rp 71 triliun yang akan diimplementasikan Badan Gizi Nasional.
Prioritas bisa berdasarkan target sasaran, frekuensi, maupun wilayah yang benar-benar membutuhkan serta kesiapan sarana prasarana.
Atau berdasarkan daerah 3T yang tergolong daerah tertinggal, terdepan, dan terluar. Yaitu wilayah yang memiliki kualitas pembangunan rendah dan masyarakat kurang berkembang dibandingkan wilayah lain dalam skala nasional.
Bantuan pembangunan yang bersifat afirmasi ke daerah 3T sangat dibutuhkan termasuk program MBG.
MBG dilaksanakan secara bertahap karena keterbatasan anggaran. Selain itu, belum lengkapnya SOTK BGN termasuk SDM dan kebutuhan infrastruktur.
Menu makan dalam program MBG akan ditetapkan BGN, Kemenkes, dan lintas sektor terkait. Masukan masyarakat dan stake holder menjadi penting karena ketersediaan bahan pangan lokal. Dalam pelaksanaan, diversifikasi pangan harus menjadi pegangan.
Tentu MBG harus makanan dengan gizi seimbang. Hal ini meliputi makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk pauk (sumber protein dan minirral), dan sayuran dan buah (sumber vitamin, mineral, dan serat).
Program MBG berdampak luas dalam pembangunan manusia karena melibatkan berbagai potensi masyarakat. Luasnya sasaran dan beratnya medan membuat program MBG penuh tantangan.