Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tulus Abadi
Pengamat Perlindungan Konsumen dan Kebijakan Publik

Bekerja di YLKI 30 tahun, sejak 1996. Dan menjadi Ketua Pengurus Harian YLKI selama 8 (delapan) tahun, sejak 2015-2024. Saat ini sebagai Pengurus Harian YLKI. Dan juga sbg Anggota BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) unsur Masyarakat, Kementerian PUPR. Plus sbg Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, dan Anggota APEI (Asosiasi Pengamat Energi Indonesia)

Bom Waktu Defisit Finansial BPJS Kesehatan

Kompas.com - 16/12/2024, 05:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gaya hidup tidak sehat meliputi pola konsumsi yang tidak sehat seperti gemar minum minuman manis, baik yang konvensional dan kemasan, plus aktivitas merokok yang sangat masif.

Remaja dan anak-anak makin terpapar perilaku minuman manis, khususnya dalam kemasan, atau di kafe gaul yang makin menjamur.

Survei YLKI pada 2022 di 10 kota besar di Indonesia membuktikan 25,9 persen anak-anak dan remaja di Indonesia terbiasa mengonsumsi satu bungkus minuman manis dalam kemasan (MBDK) per harinya.

Faktor iklan, promosi, harga murah, plus kemudahan akses pembelian menjadi pencetus utama.

Dampak konkretnya, tren anak-anak dan remaja yang terkena diabetes melitus meningkat empat kali lipat selama lima tahun terakhir.

Kemudian aktivitas yang paling mengkhawatirkan adalah perilaku merokok di kalangan anak-anak, remaja dan kalangan dewasa. Saat ini 35 persen masyarakat Indonesia adalah perokok aktif (70 jutaan).

Baca juga: Benarkah Pasien Sakit Kronis Hanya Bisa ke Dokter Spesialis 3 Bulan Sekali? Ini Kata BPJS Kesehatan

Prevalensi merokok pada anak dan remaja mencapai 9,1 persen. Kondisi prevalensi ini akan makin menggawat hingga 15 persen jika tak ada pengendalian ketat.

Faktor harga murah, bisa dijual ketengan, iklan, promosi, tempat pembelian yang mudah; jelas menjadi triger yang sangat tinggi untuk peningkatan prevalensi.

Konfigurasi pola konsumsi yang sangat adiktif ini, yakni MBDK dan merokok, diperparah lagi dengan perilaku toksik lain seperti makanan tinggi lemak dan garam, kurang asupan air putih, sayur dan buah. Plus sangat minim aktivitas fisik, khususnya olahraga.

Fenomena inilah yang seharusnya dibenahi dulu untuk menyehatkan finansial BPJS Kesehatan.

Memang ini program yang sangat berat, diperlukan sinergitas antarkementerian dan lembaga, dan stakeholder lain, termasuk masyarakat.

Sebab skema pembiayaan kesehatan model apa pun pasti akan jebol jika faktor hulunya bermasalah.

Bahkan, setinggi apa pun tarif atau iuran peserta dinaikkan, tidak akan mampu mengatasi potensi financial bleeding BPJS Kesehatan.

Spirit pengendalian produk makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak; berikut tingginya konsumsi rokok; telah dimandatkan oleh PP No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.

Via PP 28/2024 inilah mewajibkan pengendalian ketat untuk iklan, promosi dan marketing produk MBDK, produk makanan tinggi garam dan lemak; dan terutama produk tembakau (rokok).

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau