KOMPAS.com - Pernah mendengar istilah batuk rejan? Penyakit ini bukan sekadar batuk biasa, melainkan infeksi saluran pernapasan yang sangat menular dan dapat berlangsung berminggu-minggu.
Disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis, batuk rejan dapat menimbulkan tarikan napas keras seperti rejan setelah batuk, terutama pada anak-anak.
Belakangan, kasus batuk misterius yang mirip dengan batuk rejan juga dilaporkan di Singapura, membuat para ahli kesehatan meningkatkan kewaspadaan.
Baca juga: Apakah Anak Batuk Pilek Butuh Antibiotik? Ini Kata Dokter...
Batuk rejan adalah infeksi bakteri pada saluran pernapasan yang ditandai dengan batuk berkepanjangan hingga menyebabkan kesulitan bernapas.
Istilah batuk rejan berasal dari suara rejan atau tarikan napas yang keras setelah batuk. Infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan jika tidak segera ditangani.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), batuk rejan lebih rentan menyerang bayi di bawah usia satu tahun dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia, kerusakan otak, bahkan kematian.
Batuk rejan biasanya berkembang dalam tiga tahap dan menimbulkan gejala atau keluhan yang berbeda-beda, yaitu:
Pada tahap ini gejala batuk rejan mirip flu biasa, seperti hidung meler, demam ringan, dan batuk ringan.
Tahap ini berlangsung selama 1–2 minggu dan sering kali tidak terdeteksi sebagai pertusis.
Ini adalah kondisi batuk berat yang terjadi secara berulang dengan suara "whoop" atau rejan saat bernapas.
Pada tahap batuk paroksimal, penderita biasanya juga mengalami mutah setelah batuk. Tahap ini berlangsung selama 2-6 minggu atau lebih.
Baca juga: Batuk di Malam Hari Gejala Apa? Berikut 5 Daftarnya...
Pada tahap ini, batuk biasanya mulai mereda, tetapi dapat kambuh jika terpapar iritasi seperti udara dingin atau debu.
Pada bayi, gejala sering kali lebih berbahaya karena mereka mungkin tidak menunjukkan suara rejan tetapi mengalami jeda napas yang lama (apnea).
Penyebab utama batuk rejan adalah bakteri Bordetella pertussis.
Bakteri ini menghasilkan racun yang merusak lapisan saluran pernapasan, menyebabkan peradangan, dan mengganggu kemampuan tubuh untuk membersihkan lendir. Akibatnya, penderita mengalami batuk hebat yang berlangsung lama.
Batuk rejan menular melalui droplet atau percikan kecil cairan yang keluar saat penderita batuk, bersin, atau berbicara.
Droplet ini dapat menginfeksi orang di sekitarnya jika terhirup atau jika menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh hidung atau mulut.
Penularan juga bisa terjadi di lingkungan dengan sirkulasi udara yang buruk, seperti di transportasi umum, ruang kelas, atau tempat kerja.
Selain itu, orang dewasa yang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi sering kali menjadi sumber penularan bagi bayi atau anak kecil, karena gejala mereka mungkin hanya berupa batuk ringan tanpa suara khas rejan.
Individu yang paling rentan tertular batuk rejan meliputi bayi di bawah usia 6 bulan yang belum menerima vaksinasi lengkap, anak-anak dengan imunisasi yang tidak memadai, serta orang dewasa yang belum mendapatkan vaksin booster.
Baca juga: 5 Cara Meredakan Batuk Berdahak Secara Alami dan Tanpa Obat
Batuk rejan memerlukan penanganan medis segera untuk mencegah komplikasi serius, terutama pada bayi dan anak-anak.
Dokter biasanya akan meresepkan antibiotik untuk membunuh bakteri penyebab infeksi dan mengurangi risiko penularan. Namun, antibiotik tidak selalu menghilangkan gejala batuk dengan segera, karena kerusakan pada saluran pernapasan membutuhkan waktu untuk pulih.
Pada kasus yang lebih parah, seperti pada bayi yang mengalami kesulitan bernapas, perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan.
Dokter dapat memberikan oksigen atau terapi pernapasan untuk memastikan saluran udara tetap terbuka. Selain itu, penderita disarankan untuk beristirahat, menjaga hidrasi, dan menghindari paparan asap atau iritan lainnya yang dapat memperburuk batuk.
Sementara itu, vaksinasi adalah langkah utama mencegah batuk rejan. Dikutip dari Hermina Hospitals, vaksin yang digunakan untuk mencegah batuk rejan adalah vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus).
Vaksin ini diberikan secara bertahap pada bayi dan anak-anak, biasanya pada usia 2, 4, dan 6 bulan.
Selain itu, untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal, anak-anak juga disarankan untuk melakukan imunisasi booster sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan 18 tahun.
Ibu hamil juga disarankan untuk mendapatkan vaksinasi booster ketika kehamilannya menginjak usia 27–36 minggu.
Baca juga: Apakah Minum Air Jahe Bisa Meredakan Batuk? Berikut Penjelasannya…
Langkah pencegahan lain termasuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan secara rutin, menggunakan masker di tempat umum, dan menghindari kontak dekat dengan orang yang menunjukkan gejala batuk berkepanjangan.
Selain itu, menjaga pola makan sehat dan istirahat cukup juga penting untuk mendukung sistem kekebalan tubuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.