KOMPAS.com - Transplantasi hati melibatkan prosedur operasi besar yang memiliki risiko.
Mengutip Mayo Clinic, transplantasi hati adalah operasi yang mengangkat hati yang tidak lagi berfungsi dengan baik dan menggantinya dengan hati yang sehat.
Hati yang ditransplantasi bisa merupakan organ utuh dari pendonor yang baru meninggal atau sebagian dari orang yang masih hidup.
Baca juga: Michelle Trachtenberg Meninggal Setelah Sempat Transplantasi Hati: Apa Prosedur Medis Ini Berisiko?
Prosedur medis ini merupakan pilihan pengobatan bagi mereka yang mengalami komplikasi serius akibat penyakit hati kronis stadium akhir.
Misalnya, penderita kanker hati dan gagal hati yang sudah parah yang tidak bisa dikendalikan dengan pengobatan lain.
Lalu, apa saja risiko transplantasi hati? Artikel ini akan mengulasnya.
Mengetahui risiko dari prosedur medis ini untuk membantu memahami manfaat dan risiko yang ada.
Dokter biasanya akan memberikan rekomendasi ketika pengobatan akan memberikan manfaat yang lebih besar untuk kelangsungan hidup pasien.
Baca juga: Apa yang Dirasakan jika Memiliki Penyakit Hati yang Sudah Parah?
Dikutip dari NHS, seiring berjalannya waktu, kemungkinan efek samping yang timbul dari prosedur medis ini akan berkurang.
Setelah 6 bulan pertama, risiko penolakan transplantasi lebih rendah dan obat penekan kekebalan tubuh Anda akan berkurang.
Namun, ada beberapa risiko jangka panjang yang dapat terjadi dalam beberapa bulan dan tahun setelah transplantasi hati.
Baca juga: Soesalit Djojoadhiningrat, Anak Semata Wayang R.A. Kartini yang Terlupakan Sejarah
Risiko transplantasi hati yang mungkin terjadi di antaranya yaitu:
Ini adalah risiko yang sangat umum terjadi dari transplantasi hati. Bahkan, berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah prosedur medis dilakukan.
Infeksi yang umum terjadi adalah infeksi paru-paru atau saluran kencing.
Risiko transplantasi hati ini terjadi antara 40-80 pasien dalam setiap 100 prosedur yang dilakukan.