Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Seribu, Kepulauan "Padat Gizi" yang Kian Terancam

Kompas.com - 05/06/2013, 07:58 WIB

KOMPAS.com - Terik matahari yang membakar siang itu seolah tak dirasakan Nurhayat. Dengan sabar dan telaten , pria paruh baya itu mengikat satu per satu batang pucuk rumput laut muda jenis Eucheuma Cotonii dengan untaian tambang yang bercabang. Tak lama kemudian, tambang plastik sepanjang lima meter itu penuh dengan pucuk rumput laut muda yang terikat simpul. Untaian rumput laut ini pun siap dibenamkan di kawasan tepian. Nurhayat berharap, "emas hijau" yang dibenamkanya ini bakal berkembang dan bercabang maksimal dalam dua bulan ke depan.

"Dari puluhan kilo rumput laut muda yang direndam di satu lokasi bisa menghasilkan panen hingga 3 kuintal rumput laut basah," ujarnya penuh harap.   

Bagi Nurhayat dan beberapa warga masyarakat Pulau Pari Kepulauan Seribu, budidaya rumput laut masih menjadi ladang emas. Rumput laut yang merupakan sumber pangan bergizi ini bahkan pernah menjadi primadona warga penghuni Pulau Pari sejak dibudidayakan untuk pertamakalinya pada 1970.

Awalnya, hampir seluruh warga pulau di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan ini membentuk kelompok tani untuk menggarap rumput laut. Namun harapan warga pada rumput laut perlahan-lahan mulai memudar sejak 1998.  Hijaunya rumput laut tak lagi memikat kebanyakan warga. Masyarakat Pulau Pari lebih senang "melayani" wisatawan yang ramai  berkunjung di akhir pekan dibandingkan mengurus rumput laut.   

"Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, hasil budidaya tidak bagus karena banyak sampah kiriman dari Jakarta. Sampah berarti bencana buat kami," ujar Nurhayat yang menjabat ketua RW di Kelurahan Pulau Pari.

Kegundahan Nurhayat akan masa depan budidaya rumput terekam dalam perjalanan rombongan media dan blogger di acara "Jelajah Gizi Kepulauan Seribu" pada 30 Mei-1 Juni 2013  kemarin. Dalam peninjauan ke beberapa lokasi pantai serta tempat penanaman dan penggolahan rumput laut, sampah tampak berserakan di tepi pantai.

"Barang-barang plastik dan styrofoam bekas kemasaan dari Jakarta terbawa arus sampai sini, sehingga menghambat proses budidaya. Rumput laut bisa busuk dan rusak kalau tercampur sampah," keluhnya.    

Untuk mengatasi problem sampah, secara rutin warga dan beberapa petugas kelurahan memungutnya dari pinggir pantai. Setelah dikumpulkan, sampah tidak dapat diolah dan hanya dikubur di pinggiran pantai.

Lurah Pulau Pari Astawan Husen mengakui kalau sampah adalah ancaman paling serius bagi penghidupan warga di wilayahnya. Dari tahun ke tahun, kiriman sampah dari Teluk Jakarta semakin meningkat apalagi di saat musim hujan.  Pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu memang memiliki beban berat untuk mengatasi sampah laut yang mengalir dari 13 sungai dari Jakarta dan Provinsi Banten. Hampir setiap harinya, ratusan ton sampah itu mengalir menuju seluruh Pulau Seribu.

"Beberapa tahun lalu, kiriman sampah belum sampai ke pulau ini. Tetapi sekarang, pulau kita juga kebagian," tuturnya.

Akibat sampah kiriman, menurut Astawan kini hanya sekitar 30 persen saja dari 240 keluarga penghuni Pulau Pari yang masih menanam rumput laut. Usaha rumput laut yang awalnya merupakan pencetak uang bagi masyarakat, kini mulai ditinggalkan warga yang lebih melirik potensi ekonomi dari pariwisata.  

Selain dikenal dengan budidaya rumput laut, Wilayah Kelurahan Pulau Pari Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan memang memiliki kawasan pantai yang indah. Berkat program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Astawan, Pulau Pari kini menjadi salah daya tarik utama wisatawan yang berkunjung ke Pulau Seribu. Tak heran bila kini banyak warga yang memilih menyediakan jasa homestay untuk tamu yang datang ke pulau.

"Setiap tahun ada sekitar 200 ribu wisatawan yang datang ke Pulau Pari. Kebanyakan turis di sini dapat melakukan beragam kegiatan wisata bahari seperti diving, snorkling, jelajah mangrove dan menanam pohon bakau, " tutur Astawan.   

Di sekitar wilayah Kelurahan Pulau Pari, ada pulau lain yang dihuni warga yakni Pulau Lancang. Pulau ini merupakan salah satu penghasil utama ikan teri dan rajungan. Hasil laut terbaik dari Pulau Lancang bukan hanya dikirim ke wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, melainkan juga sudah diekspor ke luar negeri.   

Kepulauan padat gizi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com