Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/06/2014, 15:20 WIB

KOMPAS.com — Pada satu dasawarsa terakhir, upaya menekan angka kelahiran jalan di tempat. Hal itu disebabkan minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap isu keluarga berencana. Jika pertumbuhan jumlah penduduk tak dikendalikan, hal itu akan menjadi beban pembangunan.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal mengemukakan hal itu saat membuka Temu Kader Pengelola dan Pelaksana Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga Tahun 2014, Rabu (11/6), di Surabaya.

Pada era otonomi daerah, semua amat bergantung pada kepala daerah. Upaya intervensi pemerintah pusat saat ini lebih sulit dilakukan dibandingkan masa lalu. ”Cakupan ber-KB tak meningkat sesuai harapan, angka kelahiran masih di angka 2,6, dan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang cenderung turun,” ujarnya.

Padahal, dulu Indonesia pernah berhasil mengendalikan laju pertumbuhan penduduk melalui implementasi program KB dengan baik. Pada akhir 2010, jumlah penduduk Indonesia 237 juta jiwa. Jika tidak dikendalikan, penduduk Indonesia tahun 2010 diproyeksikan 340 juta jiwa. Jadi, ada sekitar 100 juta jiwa kelahiran yang dapat dihindari melalui program KB.

Hal itu karena program KB masuk dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disosialisasikan dari pemerintah pusat hingga ke tingkat daerah, bahkan masyarakat. Selain itu, para petugas KB di daerah berperan penting dalam mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk pada era 1970-1980.

Dalam jangka waktu itu, pendapatan per kapita naik dari di bawah 1.000 dollar AS per orang per tahun, menjadi 4.000 dollar AS per orang tiap tahun. Rata-rata usia harapan hidup tahun 1971 yang hanya 47 tahun, naik menjadi 72 tahun saat ini. Menurut Fasli, keluarga kecil berpeluang hidup lebih baik karena penghasilan orangtua tidak dihabiskan untuk anak yang jumlahnya banyak. Kebutuhan pangan pun tak melonjak,
Beban pembangunan

Pemerintah menargetkan, jumlah penduduk pada 2035 sebanyak 305 juta orang. Kini laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen. Menurut para ahli demografi, jika laju pertumbuhan penduduk tak diturunkan secara signifikan, jumlah penduduk Indonesia pada 2035 diperkirakan 343 juta orang, ”Jadi, ada beban tambahan 38 juta penduduk,” kata Fasli dalam acara ”Anugerah Pariwara Mitra Keluarga”, Selasa (10/6), di Jakarta.

Jika laju penduduk tak bisa ditekan, negara harus menyediakan pangan, energi, fasilitas kesehatan, dan pendidikan lebih besar. Itu berarti kesejahteraan rakyat akan kian sulit dicapai. Bonus demografi akan diperoleh jika angka kelahiran rendah. Saat ini rata-rata angka kelahiran 2,6, padahal seharusnya bisa 2,1. Jika angka kelahiran tinggi, bonus demografi akan cepat selesai karena beban ketergantungan tinggi lagi.

”Keluarga yang didambakan sekarang adalah keluarga kecil. Kalau keluarga itu kuat dan sejahtera, bangsa ini akan kuat. Program KB sempat menurun, dalam hal institusi dan dukungan anggaran. Padahal, ini strategis,” kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. Betapapun hebatnya pertumbuhan ekonomi nasional, laju pertambahan penduduk tak terkendali akan jadi beban.

Tingkat kelahiran saat ini 2,6 dan angka itu bertahan selama 12 tahun. Jadi, dalam 20 tahun, jumlah penduduk diprediksi bertambah 70 juta orang. Total jumlah penduduk pada 2035 diperkirakan 300 juta orang, lalu pada 2050 bisa menembus 400 juta orang. ”Jika itu terjadi, kapan kita menata kemampuan ekonomi?” kata Deputi Advokasi Penggerakan dan Informasi BKKBN Abidinsyah Siregar.

Untuk kembali menggalakkan program KB, pemerintah daerah diharapkan membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Lembaga itu diharapkan mampu berperan mengendalikan jumlah penduduk di daerah melalui program KB dan membangun keluarga yang baik.

Selain itu, iklan di media yang memberikan pesan soal keluarga kecil perlu digalakkan. Keluarga kecil terdiri dari ayah, ibu, dan dua/satu anak. Agung mengingatkan agar pejabat memberikan teladan dengan membentuk keluarga kecil sehingga diikuti masyarakat. (ADH/A12)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com