Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/10/2015, 11:40 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan sejak lahir yang cukup banyak penderitanya. Sayangnya, jumlah ini sangat tidak sebanding dengan jumlah dokter yang bisa menangani operasi jantung anak.

Berdasarkan data tahun 2012, dari 4 juta anak yang lahir setiap tahunnya, terdapat sekitar 32.000-40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan. 

Menurut dokter ahli bedah jantung anak dari Siloam Heart Institute, Dicky Fakhri, dari jumlah tersebut sebanyak 50 persen perlu dilakukan intervensi, mulai dari pengobatan hingga pembedahan.

“Dokter bedah jantung di Indonesia jumlahnya sekitar 105 orang. Jumlah yang sangat sedikit. Lalu, yang benar-benar bedah jantung anak dan kongenital cuma lima orang,” ujar Ketua Himpunan Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular Indonesia (HBTKVI) ini dalam diskusi media di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, Selasa (27/10/2015).

Lima orang ahli bedah jantung anak untuk wilayah Indonesia yang sangat luas dengan sekitar 250 juta penduduknya tentu jauh dari kata cukup. Ironisnya lagi, penyebaran ahli bedah jantung di Indonesia tidak merata. Sebagian besar beroperasi di wilayah Jabodetabek.

Akhirnya, banyak pasien dari luar daerah yang harus jauh-jauh pergi ke Jakarta untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

Sedikitnya dokter bedah jantung anak juga membuat dokter harus pergi ke daerah-daerah secara bergilir.

Dicky mengungkapkan, hingga saat ini Indonesia baru melakukan operasi bedah jantung anak sebanyak sekitar 1500 kasus pertahun. Padahal, lebih dari 15 ribu bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan perlu dilakukan tindakan operasi.

“Ke mana (pasien) yang lainnya? Ada yang meninggal, pasrah, yang paling pahitnya pergi ke negara lain,” kata Dicky.

Dokter ahli bedah jantung yang juga Ketua Siloam Heart Institute Maizul Anwar menambahkan, adanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini sangat membantu dan membuat banyak masyarakat menjalani operasi.

Namun, jumlahnya sangat banyak dan tidak sebanding dengan tenaga medis yang ada sehingga terjadi antrean panjang jika ingin menjalani operasi penyakit jantung bawaan.

“Untuk dewasa menunggu sampai 8 bulan, anak-anak menunggu 2 tahun untuk bisa tindakan operasi. Terlalu lama, ada yang akhirnya nyawa tidak tertolong,” kata Maizul.

Menurut Maizul, semua rumah sakit pemerintah maupun swasta harus bergerak bersama untuk mengatasi hal ini. Di Siloam Kebon Jeruk sendiri, lanjut Maizul, sudah menerima pasien BPJS untuk operasi bedah jantung, baik dewasa maupun anak-anak.

Selain itu, tenaga medis yang menangani bedah jantung juga harus diperbanyak. Menurut Maizul, memang tak mudah mengatasi masalah ini mengingat kurangnya minat dokter muda untuk mengambil spesialis bedah toraks, kardiak, dan vascular (SpBTKV). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com