KOMPAS.com - Kesehatan mental beberapa waktu belakang menjadi hal yang cukup ramai dibicarakan. Ini karena seringkali kesejahteraan mental menjadi kondisi yang diabaikan banyak orang, termasuk atlet.
Seperti yang kita ketahui, atlet selalu dituntut untuk memiliki ketahanan fisik yang kuat. Hal ini tentu saja agar siap melalukan pertandingan.
Namun tak hanya ketahanan fisik, dibutuhkan ketahanan dan kesehatan mental secara seimbang bagi para atlet.
Baca juga: Memahami Pentingnya Kesehatan Mental untuk Atlet
Terutama, bagi mereka yang sedang bersiap untuk bertanding.
Itulah sebabnya sebaiknya atlet memiliki pendamping psikolog agar dapat menjalankan konseling dan terapi saat menjalankan pelatihan.
Saat ini, tengah berlangsung Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 yang diselenggarakan di Lukas Enembe Stadium, Papua pada 2 Oktober hingga 15 Oktober mendatang.
Dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19, Ketua Umum KONI Pusat Letnan Jenderal TNI (Purn.) Marciano Norman mengungkapkan akan menerapkan sistem bubble layaknya protokol di Olimpiade Tokyo 2020 silam.
Sistem ini melarang seluruh peserta PON Papua 2021 untuk beraktivitas di luar kegiatan yang telah direncanakan. Peserta yang terlibat dalam bubble juga dilarang untuk berinteraksi dengan orang lain di luar bubble.
Pada konferensi pers virtual, Rabu (15/09/21), Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Ir. Heri Akhmadi berpendapat bahwa sistem bubble dapat membuat para atlet merasa stres.
Heri mengungkapkan harapannya agar KONI dapat menyediakan pendampingan psikiater atau psikolog bagi para atlet yang akan bertanding.
“Sesungguhnya dalam lingkungan yang bubble ini, para atlet sangat stres sehingga pada dasarnya akan membutuhkan pendampingan dari psikiater atau psikolog,” tutur Heri.
Baca juga: Kenali Apa itu Body Shaming dan Efek Buruknya Pada Kesehatan Mental
Menurut anggota tim psikologi bidang IPTEK Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Steven Halim, M. Psi., atlet rentan terkena gejala-gejala gangguan mental.
“Kita berolahraga supaya bisa sehat jiwa. Kalau atlet, olahraga itu profesi mereka. Jadi kalau untuk mem-balancing justru lebih PR (pekerjaan rumah),” ujar Steven saat diwawancara Kompas.com, Jumat (01/10/2021).
Steven mengungkapkan bahwa wajar jika para atlet merasa cemas.
"Stres, cemas, dan emosi-emosi yang terpendam adalah masalah mental sederhana yang perlu direspons secara adaptif sebelum menjadi lebih besar atau berkelanjutan," kata Steven.