KOMPAS.com – Sebagian besar calon ibu antusias dengan kehamilan pertamanya. Kondisi ini tak jarang mendorong mereka untuk mencari tahu seluruh hal berkaitan dengan kehamilan.
Pertanyaan seputar kehamilan pun kerap ditanyakan pada dokter kandungan. Selain itu, mereka juga kerap memaparkan kekhawatiran soal persalinan, terutama yang menyangkut kesehatan dirinya dan calon bayi.
Menjawab hal tersebut, Dokter Spesialis Kandungan Radjak Hospital Cibitung, dr Yohan Pamuji, SpOG, menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan terhadap penanganan persalinan pada wanita yang sudah pernah hamil dan wanita yang belum pernah hamil.
“Mungkin hanya pendekatannya saja yang berbeda. Pendekatan pada ibu-ibu yang hamil pertama kali, biasanya dilakukan dengan mengutamakan pendekatan psikologis,”ujarnya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (3/11/2023).
Dokter Yohan menjelaskan bahwa pendekatan itu diperlukan karena calon ibu pada kehamilan pertama rentan terkena depresi.
Karenanya, pendekatan yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan (nakes) akan lebih intensif mendekati hari H persalinan.
“Pada saat nanti mendekati hari H dia melahirkan, pendekatan yang kami (nakes) lakukan harus hati-hati. Diterangkan cara dan step by step. Dengan begitu, mereka paham. Misalnya, ia harus sampai pada pembukaan lengkap, barulah ia bisa memimpin persalinan dengan baik. Semua ini tergantung dari edukasi kepada pasien ,” katanya.
Dokter Yohan tak menampik bahwa calon ibu yang kali pertama hamil punya banyak pertanyaan seputar kehamilan. Misalnya, kapan mereka harus melakukan ultrasonografi (USG).
“Proses kehamilan ada tiga trisemester dan dalam jangka waktu kurang lebih sembilan bulan,” katanya.
Ia menerangkan, idealnya,USG dilakukan tiap trimester. Meski demikian, melakukan USG lebih intens dibandingkan yang disarankan dokter tetap diperbolehkan.
“Apalagi, dalam kasus-kasus tertentu, misalkan pada pasien dengan kondisi ibu yang memiliki kadar tekanan darah tinggi. Dalam kasus seperti ini, bayi harus diobservasi karena berpotensi memunculkn risiko kesehatan dan pertumbuhan pada bayi,” paparnya.
Pada kasus seperti hipertensi saat masa kehamilan, kata dia, dapat dikategorikan sesuai prevalensinya, yakni ringan dan berat. Namun, saat ini, nakes menyeragamkannya dengan satu istilah, prevalencia. Pasien dengan tensi melebihi kapasitas normal 140/90 masuk dalam kategori tersebut.
“Jika di atas angka normal dan ibu sudah mulai mengalami gejala tekanan infragma tanial, seperti pusing, mual, muntah, harus dipertimbangkan ditangani dengan preeklamsia untuk mencegah komplikasi atau keracunan hipertensi pada kehamilan. Dalam kondisi ini, ibu dan bayi berisiko mengalami gangguan kesehatan sampai kematian,” paparnya.
Di Radjak Hospital Cibitung, kata dr Yohan, pihaknya akan bertindak cepat saat menemui kasus seperti itu. Misalnya, dengan mengoordinasikan dengan seluruh dokter terkait, seperti anak dan anestesi jika dipertimbangkan untuk dilakukan operasi.
”Tindakan penyelamatan harus segera dilakukan saat menemui kasus seperti itu,” ujarnya.
Begitu juga pada kasus lain, misalnya kelainan khusus pada dinding perut yang tidak sempurna atau kepala bayi kecil.
“Kasus seperti itu dapat diketahui karena melakukan USG rutin, minimal per trimester. Jika sudah mengetahui, harus diberikan tindkan. Sebab, kondisi seperti itu memengaruhi perkembangan bayi, bahkan berisiko kematian pada janin,” tuturnya.
Sementara itu, kelainan kongenital, kelainan struktur tulang atau struktur anggota tubuh pada bayi, katanya, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.