KOMPAS.com - Dukungan keluarga penting dalam pemberian air susu ibu (ASI) kepada anak.
"Kurangnya dukungan dari pasangan dan juga keluarga, serta mitos-mitos salah yang masih dipercaya di masyarakat, membuat ibu kadang menjadi tidak percaya diri, mendapat tekanan, tidak didukung, dan tidak diperhatikan kesehatan mentalnya, sehingga membuat program ASI eksklusif terhambat," ujar Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Permata Depok dr Agnes Tri Harjaningrum, MSc, SpA, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (3/2/2024) seperti ditulis Antara.
Pemberian ASI eksklusif penting bagi kehidupan anak karena menentukan status gizi mereka di masa depan.
Baca juga: Bayi Menangis tetapi Berkemih 2-3 Kali Bukan Berarti Kurang ASI
Dia menambahkan, dibandingkan susu formula, ASI sudah pasti yang terbaik, dan merupakan zat gizi utama yang harus diberikan untuk anak pada masa awal kelahiran.
Namun diakuinya tidak semua ibu beruntung diberi kemudahan memberikan ASI. Ada beberapa keadaan yang membuat pemberian ASI menjadi terkendala, misalnya sang ibu harus mengonsumsi obat tertentu, ibu mengalami pendarahan pascapersalinan yang membuat ibu harus masuk ICU, atau ibu mengidap penyakit tertentu yang bisa menular ke bayinya baik secara langsung atau melalui ASI.
Kondisi bayi pun kadang membuat proses menyusui ASI terhambat, misalnya bayi yang lahir prematur dan harus dirawat di ruangan khusus atau NICU, bayi harus terpisah dari ibu, atau bayi memiliki penyakit metabolik sehingga pemberian ASI terkendala.
“Sebetulnya kita semua sepakat ya bahwa ASI adalah yang terbaik. Tetapi sekali lagi bahwa dunia ini tidak hitam putih, ada abu-abunya, ada kondisi tertentu di mana seorang ibu memang tidak mampu memberikan ASI, yang juga harus kita maklumi dan diberikan solusi, bukan lalu mengatakan bahwa ibu tersebut bukan ibu yang baik," tambah Agnes.
Baca juga: 5 Penyebab Galaktorea yang Membuat Payudara Keluarkan ASI Tiba-tiba
Dokter yang menamatkan spesialisasinya di Universitas Indonesia dan juga alumni Charite Medical School (Berlin-Jerman) & ISPED itu menjelaskan bahwa permasalahan pemberian ASI di Indonesia cukup kompleks. Di luar dari kondisi medis, tidak jarang pemberian ASI menjadi terhambat akibat kurangnya dukungan suami dan keluarga, kurangnya pengetahuan ibu dalam memberikan ASI, dan kepercayaan turun temurun yang masih diyakini padahal salah.
Contohnya suami tidak mendampingi ibu sejak awal kehamilan sampai melahirkan, sehingga ibu merasa sendirian, atau bahkan ditinggal sendirian sehingga ibu stres dan ASI tidak keluar. Mertua atau keluarga terdekat pun menuntut ibu harus sempurna atau terlalu banyak ikut campur sehingga membuat ibu tertekan.
Sering juga terjadi sindrom ASI kurang, yang mana ibu merasa ASI-nya kurang, lalu mertua atau orang tua langsung meminta untuk memberikan susu formula. Padahal sangat normal ASI pada tiga hari pertama belum banyak keluar, lambung bayi pun masih sebesar bola kelereng. Selama tidak ada kondisi yang membahayakan bagi bayi seperti dehidrasi, hipoglikemia atau bayi kuning berlebihan, tidak perlu buru-buru diberi susu formula.
Situasi ibu bekerja juga menjadi penyebab pemberian ASI tidak optimal, terutama pada perempuan yang bekerja di sektor tenaga produksi atau buruh pabrik. Meski sudah ada peraturan bahwa semua anak berhak mendapatkan ASI eksklusif dan perusahaan wajib memberikan cuti selama tiga bulan bagi ibu menyusui, kenyataannya masih banyak perusahaan dan pabrik yang mengabaikan.
Oleh karena itu, Agnes berharap pemerintah bisa lebih tegas dalam menegakkan aturan yang sudah di buat demi masa depan ibu dan anak yang lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.