Menurut Ketua Umum Komite Farmasi Nasional Purwadi, pihaknya akan mengkaji implementasi kurikulum pendidikan farmasi terkait pemahaman para apoteker atas kerasionalan antibiotik. Itu akan dilakukan bersama asosiasi profesi, pendidikan tinggi farmasi, serta pendidikan diploma dan menengah farmasi.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam sambutannya saat melantik jajaran Komite Farmasi Nasional, Selasa (23/9), di Jakarta, menyatakan, aturan yang ada jelas menyebutkan, penggunaan dan penjualan antibiotik tak boleh sembarangan. Sebab, pemakaian antibiotik tak rasional akan mengakibatkan resistensi penyebab penyakit pada antibiotik.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, sekitar 86,1 persen rumah tangga menyimpan antibiotik tanpa resep. Hal itu menunjukkan ketidakdisiplinan tenaga kesehatan dalam memberikan antibiotik. ”Kedisiplinan tenaga farmasi perlu ditingkatkan. Sanksi tak berjalan karena pengawasan lemah,” ujarnya.
Hasil riset ”Antimirobial Resistance” di Indonesia pada 2011, dari 2.494 responden, ditemukan resistensi Escherichia coli terhadap antibiotik pada 43 persen responden. Hal serupa ditemukan pada bakteri penyebab tuberkulosis. Kondisi itu terjadi karena ketidakpatuhan pemakaian antibiotik. Untuk itu, apoteker dan asisten apoteker diimbau mengingatkan pasien agar menghabiskan antibiotik yang diresepkan.
Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia Nurul Falah Eddy Pariang mengatakan, institusi pendidikan farmasi mengajarkan siswa tidak memberikan antibiotik jika tak diresepkan. Kini, pihaknya menyusun pedoman disiplin pemberian antibiotik, termasuk sanksi pencabutan sertifikat kompetensi apoteker. (A04)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.