Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/11/2014, 12:10 WIB

KOMPAS.com - Jika orang yang kurus sering dianggap kurang gizi, maka orang yang kegemukan dikatakan kelebihan gizi. Padahal, orang yang kegemukan sebenarnya juga bisa mengalami kekurangan gizi.

Pola makan tinggi lemak dan karbohidrat, seperti mengonsumsi mi, kue-kue, keripik, nasi, dan biskuit, bisa membuat seseorang mengasup banyak kalori tetapi sedikit nutrisi. Akibatnya adalah kegemukan. Demikian disampaikan Dr.Sally Norton, konsultan bidang penurunan berat badan dan operasi gastrointestinal.

Ia mengatakan, salah satu sumber yang perlu diwaspadai adalah banyaknya kedai kopi yang membuat minuman mengandung gula tinggi serta minuman ringan di toko-toko yang mudah dijangkau anak. Selain itu, menurutnya banyak dokter muda yang mendapat pengetahuan minim mengenai nutrisi.

Kebiasaan mengasup makanan cepat saji juga membuat seseorang kekurangan protein, vitamin, dan mineral, yang cukup.

Sayangnya kurang gizi terkadang tidak disadari. Padahal, dalam skala ringan, kurang gizi bisa menimbulkan gejala pada tubuh, misalnya rambut rontok, nafsu makan tinggi, dan kelelahan.

"Banyak orang yang kekurangan vitamin A,C, D, kalsium, dan zat besi, tapi mereka banyak mengonsumsi lemak jenuh, kolesterol, dan sodium," kata Norton.

Padahal, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa apa yang kita makan sangat berpengaruh pada kesehatan. Dengan mengonsumsi makanan segar dan bernutrisi, kita bukan cuma bisa mengatasi masalah kesehatan yang sudah dimiliki, namun kita juga dapat mencegah penyakit.

Di Indonesia sendiri, tiga besar penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian adalah stroke, hipertensi, dan diabetes. Ketiganya merupakan penyakit yang berhubungan dengan kegemukan dan pola makan yang salah.

Para ahli sejak ratusan tahun lalu sudah mengatakan bahwa makanan adalah obat terbaik bagi tubuh. "Dokter di masa depan tidak lagi mengobati manusia dengan obat, tapi bisa menyembuhkan dan mencegah penyakit dengan nutrisi," kata Thomas Edison, penemu bola lampu, 100 tahun yang lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com