Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/02/2016, 11:00 WIB
Oleh Ahmad Arif

Perang panjang manusia melawan nyamuk telah dilakukan sejak awal peradaban, tetapi belum ada tanda-tanda kita bisa memenanginya.

Hingga kini, nyamuk menjadi spesies yang menimbulkan kematian tertinggi bagi manusia. Mengalahkan aneka jenis binatang buas, bahkan mengalahkan kekejian manusia sendiri.

Bill Gates, miliuner pemilik Microsoft dan belakangan gencar mendanai riset tentang nyamuk, dalam blog pribadinya membuat tulisan yang menggelitik: Spesies apa paling mematikan di dunia? Apakah hiu, ular, atau harimau? Jika mengacu pada jumlah kematian yang diakibatkannya tiap tahun, jawabannya tak ada di antara binatang-binatang itu. Hal yang benar ialah nyamuk.

Gates melengkapi argumennya dengan data dan grafis menarik. Ular disebut membunuh 50.000 manusia tiap tahun serta anjing (kebanyakan karena rabies) menewaskan 25.000 orang. Beberapa binatang yang dianggap paling mengerikan, seperti hiu dan serigala, hanya menewaskan kurang dari 10 orang per tahun. Sementara harimau dan gajah masing-masing menewaskan 100 orang per tahun, dan badak 500 orang per tahun.

Kematian disebabkan perang atau pembunuhan oleh sesama manusia sekitar 475.000 orang per tahun. Adapun nyamuk, menurut data, membunuh lebih dari 725.000 orang tiap tahun. Bahkan, data yang diajukan Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyebutkan, nyamuk telah menyebabkan kematian lebih dari satu juta orang setiap tahun.

Vektor mematikan

"Nyamuk amat berbahaya karena menjadi vektor berbagai jenis penyakit. Dia bisa menyebarkan virus, parasit protozoa, hingga cacing," kata Syafruddin, ahli nyamuk dan malaria dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Dari sekitar 3.500 spesies nyamuk yang ada di muka Bumi, tiga di antaranya merupakan jenis paling mematikan, yaitu Aedes, Anopheles, dan Culex.

Infeksi virus zika, yang mengundang kepanikan pada awal tahun ini, hanya satu jenis penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis Aedes aegypti. Meski serangan virus tak mematikan, diduga kuat penyakit itu memicu lonjakan kasus kelahiran bayi dengan mikrosefalus atau gangguan perkembangan otak di Brasil.

Sebelumnya, nyamuk Aedes lebih dulu dikenal sebagai penular virus demam berdarah dengue (DBD), salah satu penyakit paling mematikan yang disebarkan nyamuk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, sedikitnya 20 juta orang di lebih dari 100 negara di dunia terinfeksi DBD tiap tahun.

Di Indonesia, angka kematian akibat penyakit itu per tahun sekitar 907 jiwa (tahun 2014) hingga 1.599 jiwa (tahun 2007). Selain DBD dan zika, Aedes menularkan chikungunya dan demam kuning.

Sementara nyamuk Anopheles adalah penyebar plasmodium malaria, penyebab penyakit paling mematikan dalam sejarah manusia. Menurut data WHO, sekitar 4,2 miliar orang-hampir separuh populasi dunia-rentan terserang malaria. Pada 2015, ditemukan 214 juta orang terinfeksi malaria dan 438.000 di antaranya meninggal.

"Bandingkan dengan ebola yang memicu kematian 4.000 orang di Afrika tahun lalu. Angka kematian karena malaria jauh lebih tinggi," kata Syafruddin. Di Indonesia, kematian karena malaria dilaporkan 30 orang per tahun, dari 400.000 pasien malaria. Angka itu kemungkinan lebih kecil daripada kenyataannya.

Adapun nyamuk Culex dikenal menularkan demam West Nile, Japanese encephalitis, dan Lymphatic filariasis. Hingga kini, sebaran West Nile dan Japanese encephalitis di Indonesia belum diketahui pasti, sebagaimana sebaran virus zika meski sejumlah riset menunjukkan virus itu masuk dan menyebar di Indonesia.

"Banyak kematian akibat demam tak terdiagnosis dengan baik. Kemungkinan itu karena infeksi yang ditularkan nyamuk, terutama oleh virus Japanese encephalitis," kata Herawati Sudoyo, Deputi Direktur Eijkman.

Mutasi dan adaptasi

Superioritas nyamuk terhadap spesies lain di muka Bumi terbukti dengan kemampuannya bertahan dari perubahan alam. Nyamuk telah menghuni Bumi, jauh sebelum kemunculan manusia modern (Homo sapiens). Bahkan, mereka telah ada pada era dinosaurus. Saat dinosaurus punah, nyamuk tetap ada dan terus berkembang.

Salah satu kunci daya tahan nyamuk ialah kemampuannya bermutasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, ketersediaan pakan, bahkan terhadap aneka obat serangga. Contoh nyata adaptasi nyamuk yang luar biasa itu bisa dilihat dalam sejarah evolusi Aedes aegypti.

Nenek moyang spesies nyamuk itu asalnya di hutan Sahara, Afrika, dan hanya menggigit hewan liar, seperti masih dilakukan subspesies Aedes aegypti formosus. Namun, mayoritas Aedes kini bermukim di kota dan memilih darah manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau