Di Indonesia, sepekan ini, 8-15 Maret 2016, pemerintah menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio, pemberian imunisasi tambahan di semua provinsi, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah memakai vaksin suntik.
Meski Indonesia bersama negara lain di Asia Tenggara mendapat status bebas polio pada 27 Maret 2014, PIN Polio diadakan untuk memastikan tak ada lagi penularan polio di Tanah Air.
Maka dari itu, menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan M Subuh, minimal 23,7 juta anak usia 0-59 bulan yang menjadi sasaran harus diberi vaksin polio tanpa memperhatikan status imunisasi polio sebelumnya.
"Ini (PIN Polio) ialah bagian komitmen global menuju eradikasi polio 2018," ujarnya, Sabtu (12/3) di Jakarta.
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit menular akibat virus berbahaya. Virus polio menyerang sistem saraf dan bisa memicu kelumpuhan yang tak bisa dipulihkan serta terjadi dalam hitungan jam. Virus itu menyebar lewat kontak orang ke orang.
Saat anak terinfeksi polio liar, virus itu masuk ke tubuh lewat mulut, berkembang di usus, dan terbawa dalam kotoran. Virus pun menyebar, terutama di lingkungan tak sehat.
Mengatasi gejala
Mayoritas pasien tak menunjukkan gejala, hanya mengalami gejala ringan, seperti demam, pusing, letih, muntah, kaku di leher, nyeri pada anggota badan, dan biasanya tak terdiagnosis.
Subuh menekankan, polio tak ada obatnya. Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengatasi gejala. Meski terapi panas dan fisik dipakai untuk menstimulasi otot, kelumpuhan akibat polio tidak bisa dipulihkan.
Sebenarnya, polio bisa dicegah dengan imunisasi. Jika semua anak diimunisasi polio, virus tersebut tak menemukan tempat berkembang dan akhirnya mati.
Selama ini, vaksin yang dipakai untuk imunisasi polio di Indonesia adalah vaksin tetes (oral polio virus/ OPV) yang bisa melindungi dari virus polio tipe 1, 2, dan 3. Vaksin OPV berisi virus polio aktif yang dilemahkan. Jenis vaksin OPV tersebut dipakai pada PIN Polio 2016, dan diproduksi oleh PT Biofarma yang mengekspor vaksin ke lebih dari 100 negara.
Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesai Prof Cissy B Kartasasmita menjelaskan, pemberian OPV tak ada punya efek samping. Namun, anak di bawah usia lima tahun atau balita, dengan daya tahan tubuh rendah, dianjurkan tidak diberi OPV.
Karena memakai virus hidup yang dilemahkan, virus dari vaksin bereplikasi di saluran cerna hingga terbuang bersama kotoran. Virus itu berpeluang bermutasi di lingkungan meski peluangnya 1 dari 2,7 juta dosis.
Untuk itu, negara-negara di dunia bertahap mengganti OPV dengan vaksin IPV (inactivated polio vaccine). Vaksin IPV yang diberikan dengan cara disuntik berisi virus polio tak aktif. Di Indonesia, daerah yang memakai vaksin IPV baru DIY.
Dengan cakupan imunisasi polio minimal 95 persen, harapannya tak ditemukan lagi virus polio di Tanah Air. Partisipasi warga diperlukan untuk mewujudkan itu. (ADHITYA RAMADHAN)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Menjadikan Polio Tinggal Sejarah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.